Bagikan:

JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan keterangan terbaru soal implementasi rupiah digital atau sering dikenal dengan Central Bank Digital Currency (CBDC). Menurut Perry, pihaknya kini tengah melakukan finalisasi rupiah digital agar bisa membawa manfaatn bagi semua pihak.

“Konsep CBDC memang sedang dalam pematangan. Kita baru menerima akhir Juni kemarin masukan-masukan dari industri (pelaku usaha sektor keuangan). Kawan-kawan di BI masih menggodoknya,” ujar dia dalam konferensi pers KSSK dikutip Rabu, 2 Agustus.

Perry menjelaskan, bank sentral memiliki tiga dasar penting dalam implementasi rupiah digital. Pertama, konsep yang harus bisa berkelanjutan dalam pengembangan transaksi keuangan di masa depan.

“Tentu saja kami perlu mempertimbangkan kesiapan industri,” tuturnya.

Dua, kompatibilitas atau kesesuaian dengan teknologi digital yang ada secara global. Disebutkan bahwa, skema CBDC berkembang di seluruh dunia. Hal tersebut memungkinkan adanya keterhubungan antarnegara yang bersifat crossborder.

“Ketiga adalah kami perlu mempersiapkan struktur model bisnisnya seperti apa,” tegasnya.

Karpet merah

Sebagai informasi, Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang disahkan DPR akhir tahun lalu menjadi “karpet merah” tersendiri bagi kehadiran rupiah digital.

VOI mencatat, Gubernur BI sempat menyatakan bahwa rupiah digital adalah sebuah keniscayaan demi tetap relevan dengan perkembangan zaman.

“Nanti di Indonesia ada tiga alat pembayaran yang sah. Pertama adalah uang dalam bentuk fisik. Kedua, alat pembayaran yang berbasis rekening, misalnya kartu debit. Ketiga adalah rupiah digital,” ujar Perry beberapa waktu lalu.

Adapun, progres anyar BI untuk pengembangan rupiah digital terangkum dalam White Paper (WP). Dalam laporannya, bank sentral menguraikan rumusan CBDC bagi Indonesia dengan mempertimbangkan asas manfaat dan risiko.

“Perkembangan mata uang digital bank sentral di masa depan bukanlah pilihan, melainkan keniscayaan. Bank sentral masih perlu melakukan eksplorasi dan uji coba untuk mengantisipasi perkembangan mata uang digital di masa depan,” sebut BI.

Konsep pendistribusian

Berdasarkan Informasi yang disampaikan Bank Indonesia, diketahui bahwa pendistribusian rupiah digital bakal dilakukan dengan dua opsi perencanaan.

Pertama, bank sentral hanya fokus pada sisi wholesale dengan menyeleksi beberapa pemain besar perbankan yang diberi mandat mendistribusikannya secara ritel. Opsi yang kedua adalah bank sentral masuk di sisi wholesale dan ritel.

“Di Indonesia sendiri kami cenderung untuk mendistribusikan rupiah kepada wholeseller. Kami sekarang sedang dalam proses seleksi bank-bank besar yang akan mendapat mandat ini. Sementara untuk distribusinya sendiri akan menggunakan sistem blockchain,” ungkap Perry.

Namun, apabila teknologinya para bank dirasa belum bisa menjadi retailer, maka BI sendiri yang akan menjadi retailer-nya (opsi kedua). Ini seperti konsep Bank Indonesia menyalurkan uang langsung ke daerah 3T, yaitu terdepan, terpencil dan tertinggal.