Bagikan:

JAKARTA - LRT Jabodebek ditargetkan akan beroperasi di tahun ini. Namun, proyek ini memiliki catatan salah desain kontruksi pada longspan atau jembatan lengkung bentang panjang dari Gatot Subroto menuju ke Kuningan.

Hal tersebut diungkap oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko.

“Kalau lihat longspan dari Gatot Soebroto ke Kuningan, itu kan ada jembatan besar tuh, itu sebenernya salah desain. Karena dulu ADHI sudah bangun jembatannya, tapi dia enggak ngetes sudut kemiringan keretanya,” kata Tiko dalam acara InJourney Talks secara virtual, Selasa, 1 Agustus.

Karena salah desain ini, kata Tiko, tikungannya menjadi sempit, sehingga kereta LRT Jabodebek harus mengurangi kecepatan saat melintasi tikungan tersebut.

“Jadi sekarang kalau belok harus pelan sekali, karena harusnya itu lebih lebar tikungannya. Kalau tikungannya lebih lebar, dia bisa belok sambil speed up. Karena tikungannya sekarang sudah terlanjur dibikin sempit, mau gak mau keretanya harus jalan hanya 20 km per jam, pelan banget,” tutur Tiko.

Tak Ada Pihak Penghubung

Tiko mengatakan, ada banyak pihak yang terlibat dalam pembangunan proyek LRT Jabodebek ini. Seperti prasarana disiapkan PT Adhi Karya (Persero) Tbk; kereta oleh PT INKA (Persero); software development oleh Siemens; persinyalan oleh PT Len Industri (Persero) dan lain-lain.

Namun, sambung Tiko, tak ada integrator atau penghubung di dalamnya. Padahal, kata dia, seharusnya ada apalagi proyek ini besar.

“Nah proyek ini enggak ada integratornya, jadi enggak ada sistem integretor. Di semua project besar itu ada sistem integretor, ini gak ada. Jadi semua komponen project itu berjalan liar tanpa ada integrator di tengah,” ujarnya.

Lebih lanjut, Tiko menjelaskan tidak adanya integrator itu menyebabkan banyak terjadi kesalahan koordinasi. Salah satunya adalah desain longspan tersebut.

“Itu akan pelan antara Kuningan ke Gatsu. Karena pra-sarananya waktu dibangun tidak ngobrol dengan spek sarananya. Di Indonesia banyak terjadi begini. Tapi ya itulah, bagian dari belajar, ini harus kita beresin satu-satu,” katanya.

Selain itu, sambung Tiko, spesifikasi kereta LRT Jabodebek yang jumlahnya ada 31 rangkaian juga berbeda-beda.

Hal itu membuat toleransi sistem perkeretaapiannya harus makin lebar, sehingga biayanya pun tinggi.

Tiko mengaku mengetahui ini setelah mendapat aduan dari pihak yang menyediakan software sistem perkeretaapiannya.

“Jadi 31 kereta itu beda spek semua. Jadi software-nya mesti dibikin toleransinya lebih lebar, supaya bisa meng-capture berbagai macam spek dari itu,” jelasnya.