Bagikan:

JAKARTA – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengungkapkan bahwa Indonesia mengalami perubahan produk domestik bruto (PDB) yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah utang pada periode 2018-2022.

Menurut dia, pada termin tersebut jumlah PDB adalah sebesar 276,1 miliar dolar AS. Sementara untuk utang pemerintah adalah sebesar 206,5 miliar dolar AS.

“Sehingga bisa kita katakan bahwa setiap 1 dolar tambahan utang bisa menghasilkan bisa menghasilkan tambahan PDB lebih dari 1 dolar atau 1,34 dolar,” ujarnya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR terkait RAPBN 2024, Senin, 5 Juni.

Suahasil menjelaskan, posisi Indonesia hanya dikalahkan oleh Vietnam dengan rasio utang 1 dolar menghasilkan 5,61 dolar PDB. Angka itu terbentuk lantaran posisi PDB di periode yang sama adalah sebesar 102 miliar dolar AS berbanding utang 18,2 miliar dolar AS.

Asal tahu saja, kondisi yang terjadi di Vietnam tidak lepas dari “durian runtuh” karena relokasi pabrik-pabrik asal China di masa awal pandemi COVID-19.

Lebih lanjut, kondisi RI dan Vietnam jauh lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain seperti India yang hanya mendapat tambahan PDB 0,73 dolar dari setiap 1 dolar utang yang ditarik.

Kemudian Malaysia dan China dengan 0,70 dolar, Filipina serta Amerika Serikat 0,55 dolar, dan Thailand sebesar 0,34 dolar tambahan PDB setiap 1 dolar utang yang dimiliki.

“Diantara negara G20 dan ASEAN, kenaikan PDB kita dan Vietnam lebih besar dari utang. Sementara mayorita lainnya justru utang mereka lebih tinggi dari PDB,” tegas Suahasil.

Sebagai informasi, jumlah utang pemerintah sampai dengan April 2023 adalah sebesar Rp7.849,8 triliun. Bukuan itu lebih rendah sekitar Rp29,1 triliun dari Maret yang sebesar Rp7.879 triliun.

Rasio utang per April terhadap PDB adalah sebesar 38,15 persen. Artinya, berada di batas aman karena jauh di bawah maksimal 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.