JAKARTA - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengingatkan pemerintah soal pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam hal penarikan utang.
Menurut dia, pemerintah mesti memikirkan secara komprehensif manfaat utang yang dibuat serta perlu memastikan kapasitas membayar yang harus memadai.
"Sebagai strategi jangka pendek, penyusunan prioritas dan realokasi anggaran secara tepat diperlukan," ujarnya dalam Sidang Tahunan MPR, Selasa, 16 Agustus.
Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, lantas mendorong pemerintah agar menyusun rencana jangka panjang dalam pemenuhan kewajiban utang.
Cara ini dinilai cukup efektif dalam mengurangi beban berlebih APBN dalam jangka dekat.
"Strategi jangka panjang membutuhkan perencanaan pembayaran utang setidaknya untuk 30 tahun ke depan," tuturnya.
Sebagai informasi, posisi utang pemerintah pada akhir Juni berada di angka Rp7.123,62 triliun atau setara 39,56 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Jumlah itu lebih tinggi dari bukuan Mei 2022 yang sebesar Rp7.002,24 triliun atau 38,88 persen.
Adapun untuk utang luar negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar sebesar 403 miliar dolar AS di akhir kuartal kedua tahun ini.
BACA JUGA:
Nilai tersebut terdiri dari ULN pemerintah (termasuk Bank Indonesia) sebesar 187,3 miliar dolar AS dan swasta (termasuk BUMN) 207,1 miliar dolar AS.
"Kebijakan burden sharing tidak hanya dengan moneter, tetapi juga dengan dunia usaha, dapat menjadi opsi dalam upaya pembiayaan ketidakpastian di masa mendatang. Pada saat yang bersamaan, (pemerintah bersama bank sentral) harus memastikan kondisi fiskal dan moneter tetap terjaga," tutup Ketua MPR Bambang Soesatyo.