Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama Perum Damri Setia N Milatia Moemin mengungkapkan, merger antara Perum Damri dengan Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) membuat beban utang perseroan meningkat.

Sekadar informasi, Perum PPD resmi bergabung ke Perum Damri pada 6 Juni 2023. Penggabungan tersebut seiring dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2023.

Setia mengungkapkan bahwa sebelum penggabungan atau per 5 Juni 2023, PPD tercatat memiliki utang ke pihak lain senilai Rp254,47 miliar. Terdiri dari liabilitas atau utang jangka pendek Perum PPD mencapai Rp149,55 miliar dan liabilitas jangka panjang Perum PPD adalah Rp104,92 miliar.

“Total liablitas sebesar Rp254,47 miliar ini macet semuanya. Jadi ini adalah pekerjaan rumah. Sementara pada Damri, utang-utang pada pihak ketiga itu lancar,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 11 Juni.

Rinciannya, sambung Setia, utang jangka pendek Perum PPD terdiri dari utang jangka pendek Rp6,58 miliar; utang usaha Rp31,5 miliar; utang pajak Rp44,5 miliar; beban akrual Rp24,06 miliar; utang bank jangka pendek Rp3,01 miliar; dan utang lain-lain Rp39,91 miliar.

Sementara, sambung Setia, utang jangka panjang Perum PPD terdiri dari liabilitas kontrak Rp30 miliar; utang rekening dana investasi Rp24,15 miliar; liabilitas imbalan pasca kerja Rp8,25 miliar; kewajiban pajak tangguhan Rp30,53 miliar; dan utang lain-lain jangka panjang Rp11,99 miliar.

Di hadapan Komisi VI DPR, Setia mengaku bahwa utang Perum PPD ini merupakan pekerjaan rumah atau PR besar yang dihadapi oleh Damri.

Sebab, utang-utang tersebut tidak dapat dibayar oleh Perum PPD alias macet.

“Jadi, utang PPD kepada pihak lain sebelum penggabungan ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup besar,” kata Setia.

Tak hanya utang ke pihak lain, Setia mengungkapkan sebelum penggabungan perusahaan, PPD juga tercatat memiliki kewajiban karyawan senilai Rp36,41 miliar mencakup utang pembayaran gaji, pesangon, BPJS, dan kompensasi.

Menurut Setia, tumpukan utang tersebut merupakan bagian dari critical issues yang ada pada PPD sebelum penggabungan.

Kondisi keuangan PPD saat itu terganggu, salah satunya karena dampak pandemi COVID-19.

Lebih lanjut, Setia mengungkapkan, Damri juga turut memiliki critical issues sebelum penggabungan, seperti kinerja keuangan yang terdampak pandemi dan kewajiban karyawan yang harus dibayarkan senilai Rp75,31 miliar.

Namun setelah penggabungan, sambung Setia, pihaknya berupaya mengatasi beban utang tersebut dengan mengajukan restrukturisasi kepada perbankan, pihak pajak, pihak ketiga, hingga pihak-pihak non perbankan atau perorangan.

“Jadi kami minta supaya bisa dicicil, dan beberapa sudah kami lunasi, termasuk ke BTN sudah kami lunasi pada Desember 2022,” jelasnya.