Bamsoet: Defisit APBN di Bawah 3 Persen di 2023, Jadi Tantangan Utama
Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet saat membuka Sidang Tahunan MPR 2022, Selasa, 16 Agustus. (Tangkapan layar)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Majelis Permusyawarakan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan bahwa menekan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di bawah 3 persen di tahun 2023, bukan sesuatu yang mudah. Mengingat, kondisi pemulihan yang tidak menentu.

“Defisit anggaran yang harus kembali ke angka kurang dari 3 persen pada tahun 2023, menjadi tantangan utama, karena kondisi pemulihan yang tidak menentu,” katanya dalam acara Sidang Tahunan MPR 2022, di Jakarta, Selasa, 16 Agustus.

Selain itu, kata Bamsoet, peningkatan utang yang signifikan juga menimbulkan beban pembayaran bunga tambahan.

Karena itu, sebagai strategi jangka pendek, penyusunan prioritas dan realokasi anggaran secara tepat diperlukan.

“Kebijakan burden sharing tidak hanya dengan moneter, tetapi juga dengan dunia usaha, dapat menjadi opsi dalam upaya pembiayaan ketidakpastian di masa mendatang,” ujarnya.

Sementara itu, lanjut Bamsoet, strategi jangka panjang membutuhkan perencanaan pembayaran utang setidaknya untuk 30 tahun ke depan, dan pada saat yang bersamaan juga harus memastikan kondisi fiskal dan moneter tetap terjaga.

“Di sisi lain, pembayaran kupon dan jatuh tempo utang pemerintah, akan berdampak pada pengurangan cadangan devisa,” tuturnya.

Berdasarkan data bulan Juli 2022, kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri Indonesia sebesar 21,6 miliar dolar AS per bulan.

Posisi cadangan devisa Indonesia pada bulan Juli ini, masih senilai lebih dari dua kali lipat dari standar kecukupan internasional.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan agar defisit APBN 2023 bisa ditekan hingga di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah menyiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2023 yang mampu bertahan di tengah guncangan perekonomian global dan gejolak ketidakpastian yang sangat tinggi.

"APBN 2023 harus didesain untuk bisa mampu tetap menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak yang terjadi, ini kita sering menyebutnya sebagai shock absorber,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dikutip dari situs Sekretariat Presiden.