JAKARTA - Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menyebut ratusan ribu tenaga kerja terserap dalam industri rokok elektrik. Diyakini angka itu bisa terus berkembang ke depan.
"Menurut perhitungan kami, ada 150-200 ribu tenaga kerja yang diserap oleh industri vape. Saat ini ada sekitar 12-13 ribu pelaku usaha yang terlibat dalam rantai pasok industri vape," kata Ketua Umum APVI Aryo Andrianto dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 1 Juni.
"Saya yakin industri ini enggak cuma sampai di sini saja," sambungnya.
Lebih lanjut, sejumlah peneliti menilai rokok elektrik memang punya risiko lebih rendah dari rokok konvensional. Salah satunya, Guru Besar Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, Rahmana Emran.
Kata dia, produk yang dipanaskan seperti vape berisiko rendah karena kandungan zat berbahaya yang dibakar lebih sedikit.
"Produk tembakau yang dipanaskan seperti vape dan tembakau dipanaskan punya risiko yang lebih rendah," tegasnya.
Sementara itu, Dosen FKG Universitas Padjajaran (Unpad) Amaliya menyatakan uap yang dihasilkan vape mengandung zat berbahaya lebih sedikit dari asap rokok.
Berbeda dengan rokok konvensional, tak ada uap aliran samping yang dipancarkan oleh rokok elektrik melainkan hanya aerosol yang dihembuskan.
"Vape atau rokok elektrik mengandung sedikit sekali (zat berbahaya dan karsinogen, red). Bisa dikatakan kadarnya tidak bermakna," pungkas Amaliya.