JAKARTA - Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) meminta kepada pemerintah untuk memisahkan pengaturan yang membedakan antara rokok elektrik dan konvensional berdasarkan perbedaan profil risiko yang dimiliki oleh kedua produk tersebut.
Sekretaris Jenderal APVI Garindra Kartasmita, di Tangerang, Banten, Kamis 18 Juli, menyampaikan bahwa pihaknya akan berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah mengembangkan standar kualitas dan memberikan edukasi yang tepat kepada masyarakat.
Namun, dalam hal ini pemerintah juga harus mempertimbangkan dalam mengeluarkan regulasi berdasarkan perbedaan profil risiko yang dimiliki oleh keduanya.
"Terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan bahwa prinsipnya kami (APVI) ingin industri kita diatur. Tetapi, kami tidak ingin dilarang. Semua regulasi yang dibuat pemerintah harus mempertimbangkan profil risiko kesehatan dengan kajian yang baik," ujar Garindra, usai menghadiri kegiatan peringatan Hari Vape Nasional di Tangerang itu pula, dikutip dari Antara.
Menurutnya, rokok elektrik merupakan produk alternatif yang secara signifikan sangat berbeda dari rokok konvensional pada umumnya, baik dalam hal cara penggunaannya dan dampak kesehatan. Sehingga, pemerintah perlu merevisi dan membedakan ketentuan aturan yang mengklasifikasikan produk rokok elektrik tersebut.
"Kami tentunya akan membantu pemerintah dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai profil risiko pada rokok elektrik dan konvensional itu," katanya lagi.
Ia mengungkapkan, sebagai komitmen dukungan terhadap pemerintah, APVI telah memastikan bahwa produk rokok elektrik hanya akan dijual kepada orang dewasa, bukan kepada anak-anak di bawah umur, non-perokok, serta ibu hamil dan menyusui.
Selain itu, APVI sebagai asosiasi pelaku usaha, menegaskan kualitas produk yang dihasilkan dan didistribusikan kepada konsumen terhadap produk-produk tembakau alternatif yang dipasarkan tersebut, telah melewati proses kontrol kualitas yang ketat untuk memenuhi standar keamanan sebagai bentuk perlindungan konsumen.
"Kami memastikan bahwa sasaran tembakau alternatif ini hanya untuk golongan usia 18 tahun ke atas. Dan bagaimana cara penggunaannya juga kita bisa sosialisasikan dengan baik," katanya lagi.
Hingga saat ini pihaknya masih terus berkoordinasi dengan pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Bea Cukai sebagai pembahasan penelitian perbedaan profil risiko antara rokok elektrik dan konvensional.
"Kami sangat optimis bahwa melalui penelitian ini bisa membuktikan bahwa rokok elektrik itu bisa menjadi alternatif bagi para menggunakan rokok yang ingin menurunkan kadar risikonya," kata dia.
Pemerintah saat ini segera mengesahkan peraturan pemerintah (PP) yang berisikan aturan turunan terkait pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Insya Allah Bapak Presiden dalam waktu (dekat) segera bisa mengeluarkan. Iya (bulan ini)," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, saat ditemui usai kegiatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Jakarta.
Baca juga:
Menkes Budi mengungkapkan sejumlah hal yang diatur antara lain terkait dengan tembakau dan produk turunannya, seperti beberapa aturan terkait rokok elektronik atau vape yang mencakup perisa yang dibolehkan, batas usia pembeli dan pengguna, serta tempat penjualannya.
Di samping itu, kata Menkes pula, juga beberapa aturan terkait iklan produk rokok seperti ukuran papan iklan dan aturan soal jarak minimum peletakan iklan rokok dari sekolah juga menjadi bagian dalam peraturan ini.
"Karena ini mengenai, kan banyak kita lihat perokok-perokok muda, itu juga diatur," kata Menkes pula.