Bagikan:

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa penetapan biaya BI Fast sebesar Rp2.500 per transaksi telah melalui kajian secara menyeluruh. Deputi Gubernur BI Doni Joewono menjelaskan bahwa angka tersebut telah memasukan unsur kepentingan pelaku usaha serta kemampuan masyarakat.

“Ini merupakan assessment antara industri dan masyarakat. Kita tahu bahwa ada bank yang memang memiliki frekuensi keuangan tinggi dan ada juga yang rendah. Jadi menurut kami biaya Rp2.500 masih mencerminkan keseimbangan yang baik,” ujarnya saat menjawab pertanyaan wartawan, dikutip Jumat.

Menurut Doni, bank sentral dipastikan bakal terus melakukan tinjuan biaya secara berkala demi menyelaraskan dengan kondisi terkini.

“Tentunya kami akan terus me-review pricing policy tersebut,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penegasan jika keputusan yang diambil otoritas moneter bisa mengakomodir kepentingan semua pihak.

“Sampai saat ini belum ada ketentuan (untuk melakukan perubahan biaya), sudah murahlah harganya,” kata dia.

Malah, Perry menekankan jika bank sentral kini tengah fokus pada upaya perluasan penggunaan BI Fast di kalangangan pelaku usaha.

“Kami akan memperluas pesertanya. Pekan depan pada Senin, 20 Maret ada penambahan 16 peserta baru maka akan menjadi 94 persen lembaga keuangan bank dan bukan bank yang akan menjadi pengguna BI Fast,” terang dia.

Sebagai informasi, BI Fast merupakan fasilitas dari Bank Indonesia yang memungkinkan transfer antar bank menjadi lebih murah dari Rp6.500 menjadi Rp2.500. Sejak diluncurkan pada 21 Desember 2021, total jumlah peserta BI Fast kini menjadi 106 peserta, atau mewakili 87 persen dari pangsa sistem pembayaran ritel nasional.