Bagikan:

JAKARTA - Edufarmers, organisasi nirlaba di bidang pertanian yang bertujuan mendorong perkembangan para petani dan generasi muda, menjalin kerja sama dengan Tech in Asia menyelenggarakan Agrinnovation Conference pada 15 Maret lalu di Menara Mandiri, Jakarta. Konferensi teknologi pertanian atau agriculture technology (agritech) yang mengusung tema The Rise of Agritech to Enhance Food Security tersebut turut dihadiri Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

“Agrinnovation Conference merupakan pertemuan yang sangat penting untuk menghubungkan berbagai pihak, terutama dalam membahas peluang, tantangan, hingga sumber daya yang ada. Saya akan memberikan dukungan penuh untuk teman-teman. Presiden juga sudah memerintahkan untuk memfasilitasi dan memberikan ruang untuk saling berkolaborasi,” ungkap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Syahrul menjelaskan, pada masa pandemi COVID-19 sektor pertanian terus berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Nilai ekspor pertanian terus meningkat dari Rp451,7 triliun pada 2020, menjadi Rp616,35 triliun pada 2021, dan menembus angka Rp658,18 triliun pada 2022.

Pertanian Tumpuan Ekonomi

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan pertanian adalah salah satu sektor tumpuan ekonomi Indonesia, dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto sebesar 12,4 persen sepanjang 2022. Sektor ini juga menyerap 38,7 juta tenaga kerja, sekitar 28,6 persen dari total penduduk berusia produktif pada Agustus 2022.

Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2020-2024 yang disusun Kementan menargetkan jumlah implementasi dan teknologi pertanian sebesar 70 persen pada 2021 dan 2022, serta 75 persen pada 2023 dan 2024.

Sektor pertanian di Indonesia masih harus menghadapi berbagai tantangan mulai dari peningkatan kualitas hasil panen, masalah rantai pasok, akses ke lembaga finansial, dan menumbuhkan kesejahteraan petani.

“Tujuan diadakannya acara ini adalah to inspire, connect dan empower. Di mana kami berusaha untuk menciptakan ruang untuk berkolaborasi dalam menghadapi tantangan yang ada pada sektor pertanian Indonesia,” kata COO Edufarmers Amri Ilmma.

“Secara keseluruhan, pasti ada tantangan yang dihadapi startup agritech di Indonesia, saya yakin ada peluang yang signifikan bagi startup ini untuk berkontribusi pada sektor pertanian yang lebih berkelanjutan dan efisien, meningkatkan ketahanan pangan, dan menciptakan peluang ekonomi bagi petani dan pemangku kepentingan lainnya,” ujarnya melanjutkan.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak startup muncul berupaya mengatasi masalah di sektor agritech di Indonesia. Berdasarkan data Tech in Asia, minat investor terhadap startup agritech terus mengalami peningkatan sejak 2018, baik dari sisi jumlah pendanaan ataupun nilai kesepakatan.

Nilai pendanaan yang diumumkan di sektor agritech pada 2021 menembus US$204 juta (sekitar Rp3 triliun) dari 15 kesepakatan, tumbuh 3,5 kali lipat dari tahun sebelumnya. Selama Januari-Agustus 2022, sudah ada 20 kesepakatan pendanaan dengan nilai pendanaan mencapai US$314,8 juta (sekitar Rp4,8 triliun).

Data Tech in Asia juga menunjukkan, saat ini terdapat sedikitnya 52 startup di sektor agritech yang telah mendapatkan pendanaan dari investor. Kebanyakan startup di vertikal ini menyediakan layanan yang membantu mendistribusikan dan mengolah hasil pertanian. Beberapa startup juga menyediakan layanan edukasi/pelatihan, akses pembiayaan, hingga teknologi IoT dan software-as-a-service.

“Acara Agrinnovation Conference harus diselenggarakan lagi. Kita sudah mendengar dari presiden dan menteri kalau masalah pertanian di Indonesia itu bukan masalah kecil. Sekalipun sudah ada banyak startup, kita masih butuh banyak kolaborasi dengan berbagai pihak. Salah satu tantangan di sektor agritech adalah penerimaan terhadap perubahan. Makanya kita harus bergandengan tangan untuk membuat orang-orang yang bergerak di bidang pertanian bisa menerima perubahan yang lebih baik,” ujar Co-founder dan CEO Eratani Andrew Soeherman.

“Selama ini belum ada acara yang mewadahi para pelaku di sektor agritech untuk bertemu dan mendiskusikan peluang kolaborasi. Terlebih, sektor agritech punya masalah yang kompleks dan tidak bisa hanya diselesaikan oleh satu pemain saja. Saya berharap Agrinnovation Conference bisa menjadi katalisator untuk bisa terus mengakselerasi pertumbuhan industri,” kata Partner at Arise, Aldi Adrian Hartanto. Acara Agrinnovation Conference didukung oleh berbagai pihak, mulai dari Kementerian Pertanian (Kementan), Google.org, Japfa, hingga Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Konferensi ini dihadiri oleh ratusan peserta yang terdiri dari komunitas startup, investor, hingga awak media.

Selama konferensi berlangsung, peserta mengikuti sejumlah diskusi panel yang diisi oleh para ahli di sektor agritech. Para ahli dari lembaga pemerintahan, agritech, perusahaan modal ventura, hingga pelaku startup berbagi insight menarik seputar teknologi, potensi bisnis, serta tantangan di sektor teknologi pertanian.

Agrinnovation Conference juga diramaikan dengan pameran dari 30 startup agritech yang memperagakan produk dan layanan masing-masing. Pameran ini menampilkan inovasi-inovasi terbaru di sektor agritech yang diharapkan mampu mendorong terciptanya kolaborasi antar-pelaku startup, serta mendorong kolaborasi dan inovasi yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian di Indonesia.

Dari 30 startup peserta pameran, 5 startup terpilih yaitu Pitik, Beleaf, Jala, PemPem, dan Magalarva memperoleh kesempatan tampil dalam sesi Startup Highlight. Para startup terpilih ini mempresentasikan produk dan layanan masing-masing di panggung utama, serta berkesempatan untuk berdiskusi langsung dengan para ahli.