Pak Jokowi Lapor, Ini Komoditas yang Bisa Naikkan Inflasi Selama Ramadan
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan tinjauan khusus terkait dengan potensi gejolak harga kebutuhan pokok jelang Ramadan yang akan jatuh pada pertengahan Maret ini.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengungkapkan hal ini penting untuk menjadi perhatian agar pergerakan inflasi dapat terkontrol sekaligus mempercepat target penurunan yang telah ditetapkan.

“Waspadai komoditas yang dominan menyumbang inflasi pada bulan Ramadan, seperti bahan bakar rumah tangga, minyak goreng, daging ayam ras, dan beberapa jenis komoditas lainnya,” ujar dia saat menggelar konferensi pers di Jakarta pada Rabu, 1 Maret.

Menurut Pudji, data BPS merekam kenaikan inflasi saat Ramadan 2019 didorong oleh peningkatan sederet bahan kebutuhan masyarakat, seperti harga cabai merah, daging ayam ras, dan ikan segar.

Kemudian pada 2020 penyumbang inflasi adalah bawang merah, emas perhiasan, gula pasir dan bahan bakar rumah tangga. Lalu 2021 terdiri dari daging ayam ras, minyak goreng, dan jeruk.

Serta pada Ramadan 2022 inflasi disumbang paling banyak oleh minyak goreng, bensin, daging ayam ras, tarif angkutan udara, serta bahan bakar rumah tangga.

“Dengan demikian, berdasarkan tren selama ini maka inflasi yang berasal dari bahan kebutuhan masyarakat tersebut perlu dikelola,” tegas dia.

Dalam kesempatan itu Pudji juga menyampaikan jika inflasi berdasarkan indeks harga konsumen (IHK) naik menjadi 5,47 persen year on year (yoy) pada Februari 2023. Level itu melesat dari Januari 2023 yang sebesar 5,28 persen.

“Tekanan inflasi komponen harga yang diatur pemerintah lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya. Komoditas rokok kretek filter dan rokok putih dominan memberi andil terhadap inflasi komponen ini sebagai dampak lanjutan dari kenaikan cukai rokok,” tuturnya.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu sempat menyatakan bahwa pemerintah optimistis inflasi IHK akan kembali ke level normal 3 persen plus minus 1 persen pada tahun ini.

Target tersebut terus diupayakan melalui penguatan kerja Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dengan menggandeng Bank Indonesia (BI).