JAKARTA - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, realisasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 telah mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat dengan risiko yang jauh lebih terkendali.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Wahyu Utomo mengatakan, APBN 2022 berhasil menunjukkan belanja negara hingga Rp304,3 triliun atau tumbuh 10,9 persen menjadi Rp3,090,2 triliun jika dibandingkan APBN 2021 yang mencapai Rp 2,786,4 triliun.
"Dengan demikian, mampu menstimulus ekonomi sehingga dampaknya membuat ekonomi tumbuh lebih kuat," kata Wahyu dalam acara Diskusi Publik: Urgensi Reformasi Subsidi Energi secara daring di Jakarta, Selasa, 14 Februari.
"Hal itu merupakan dampak dari aktivitas ekonomi yang pulih, harga komoditas yang tinggi, serta reformasi perpajakan," tambahnya.
Menurut Wahyu, kombinasi optimalnya pendapatan negara dan pertumbuhan belanja cukup kuat itu terefleksi dengan risiko yang jauh lebih terkendali.
Hal ini bisa dilihat dari defisit Produk Domestik Bruto (PDB) yang jauh lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Indonesia mengalami defisit 4,50 persen pada APBN 2021.
Namun, pada APBN 2022, hanya sebesar 2,38 persen. Dengan begitu, pemerintah bisa konsolidasi fiskal lebih cepat.
BACA JUGA:
Wahyu melihat, awalnya konsolidasi fiskal diharapkan bisa terjadi pada tahun ini, tetapi nyatanya bisa dilakukan pada 2022.
Dia menyebut hasil positif APBN 2022 menjadi fondasi pada 2023 agar konsolidasi fiskal bisa lebih smooth.
"Artinya, risiko jauh lebih terkendali dan fiskalnya tetap mampu menopang momentum pemulihan ekonomi tetap berjalan, sehingga tidak ada opportunity loss," pungkasnya.