Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengungkapkan perlambatan ekonomi global menekan target penerimaan bea dan cukai pada tahun 2023 menjadi Rp303,19 triliun dari realisasi tahun 2022 yang senilai Rp317,78 triliun.

"Memang cukup menantang dampak dari perlambatan ekonomi, khususnya perdagangan internasional, yang menjadi kekhawatiran kami," ucap Askolani dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dikutip dari Antara, Selasa 14 Februari.

Untuk mengejar target penerimaan bea cukai pada tahun ini atau bahkan melampaui, ia mengungkapkan terdapat sembilan kebijakan yang akan diimplementasikan pada tahun 2023, yaitu mendorong pengembangan ekosistem logistik nasional (National Logistic Ecosystem/NLE), serta peningkatan efektivitas pengawasan pre-clearence, clearance, dan post clearance.

Kemudian, harmonisasi kebijakan mengenai barang larangan, optimalisasi kerja sama internasional, ekstensifikasi dan intensifikasi cukai, penataan manajemen sumber daya manusia, penyelarasan proses bisnis dan teknologi informasi, penataan kelembagaan, serta penerimaan fasilitas pabean dan cukai yang tepat sasaran.

Ia mengungkapkan dalam target penerimaan bea cukai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 meliputi penerimaan bea masuk sebesar Rp47,53 triliun, bea keluar sebanyak Rp10,21 triliun, serta cukai senilai Rp245,45 triliun.

Target bea masuk menurun dari realisasi tahun lalu yakni sebesar Rp51,07 triliun, yang disebabkan oleh kekhawatiran penurunan impor yang memiliki implikasi ke bea masuk.

Sementara penurunan signifikan target bea keluar dari realisasi Rp39,82 triliun merupakan dampak dari perkiraan harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang akan jauh di bawah 1.000 dolar AS per ton pada tahun ini dari yang sempat mencapai lebih dari 1.400 dolar AS per ton pada tahun lalu.

Selain itu, lanjut Askolani, terdapat pula dampak dari pelarangan ekspor sumber daya alam yang akan diterapkan terbatas menuju ke hilirisasi untuk memberi dampak ekonomi yang lebih signifikan.

"Dengan memberikan nilai tambah, tentunya akan mempunyai manfaat yang lebih luas dari tenaga kerja industri dan lain-lain. Jadi tidak hanya untuk bea keluar, namun pajak dan ekonomi," tuturnya.