JAKARTA - Pemerintah melalui Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sumito menyatakan bahwa kebutuhan pembiayaan utang untuk periode 2023 adalah sebesar Rp696,4 triliun.
Menurut dia, jumlah tersebut merupakan akumulasi dari pemenuhan defisit anggaran sebesar Rp598,2 triliun dan pembiayaan nonutang sebesar Rp98,2 triliun.
“Pengelolaan pembiayaan utang yang prudent dan berkelanjutan dengan cara mengendalikan risiko utang pada level yang aman dan kredibel,” ujarnya saat memenuhi undangan rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Sumito menjelaskan, kebutuhan pembiayaan utang utang akan dipenuhi dari penerbitan surat berharga negara (SBN) dengan porsi 90-95 persen. Sementara sisanya 5-10 persen akan dilakukan dengan cara penarikan pinjaman.
“Pendalaman pasar SBN domestik dan perluasan basis investor akan ditempuh menuju kemandirian pembiayaan melalui peningkatan penerbitan SBN ritel,” tuturnya.
Sumito menambahkan jika pemerintah juga akan memanfaatkan saldo anggaran lebih (SAL) untuk menjaga stabilitas ekonomi dan antisipasi ketidakpastian.
“Optimalisasi SBN ritel diharapkan dapat mendorong pengembangan pasar keuangan domestik dalam menciptakan kemandirian pembiayaan,” imbuhnya.
BACA JUGA:
Secara terperinci, sumber pembiayaan SBN akan terdiri dari SBN domestik nonritel, SBN ritel, dan SBN valas. Sementara sumber pembiayaan pinjaman berupa pinjaman program, pinjaman luar negeri proyek, dan pinjaman dalam negeri.
“Kami akan mengutamakan sumber pembiayaan domestik untuk mengendalikan risiko nilai tukar,” tegasnya.
Anak buah Sri Mulyani itu memastikan jika SBN valuta asing (valas) sebagai pelengkap untuk menghindari crowding out effect dan menjaga cadangan devisa.
“Pinjaman luar negeri akan dioptimalkan sebagai kerangka fiskal pada pembiayaan utang,” tutup Sumito.
Mengutip siaran resmi Kemenkeu, diketahui bahwa total utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2022 adalah sebesar Rp7.733,99 triliun.
Nilai tersebut setara dengan 39,57 persen dari produk domestik bruto (PDB). Asal tahu saja, dalam undang-undang tentang keuangan negara disebutkan bahwa batas maksimal utang yang diperbolehkan maksimal 60 persen PDB.