JAKARTA – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengakui bahwa peningkatan nilai ekspor yang terjadi pada sepanjang tahun lalu tidak disertai dengan masuknya aliran modal asing, utamanya dolar, secara signifikan ke dalam negeri.
“Memang ekspor kita di 2022 itu tinggi sekali, 291 miliar dolar AS dengan trade balance kita sekitar 55 miliar. Pada saat itu ada rasa, kenapa ya dana tersebut tidak masuk ke perbankan kita,” ujarnya ketika menjawab pertanyaan wartawan pada Kamis, 20 Januari.
Menurut Destri, setelah ditelusuri anomali ini berkaitan erat dengan situasi global yang masih diliputi ketidakpastian yang berlanjut.
“Ternyata ketika itu bersamaan dengan periode penguatan dolar dan semua negara lagi butuh dolar, sehingga terjadi persaingan suku bunga antarnegara, ini antarnegara ya bukan hanya antarbank (yang membuat eksportir menyimpan uangnya di luar negeri),” tuturnya.
Atas kondisi tersebut bank sentral lalu berupaya memastikan stabilitas nilai tukar dengan suplai yang cukup atas dolar.
“Kami mengeluarkan satu instrumen baru term deposit (TD) valas yang sebenarnya hampir sama dengan operasi kita di moneter, yaitu melalui kerja sama bilateral dengan bank yang mempunyai nasabah eksportir,” jelas dia.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, BI mengimplementasikan instrumen operasi moneter TD valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) sebagai instrumen penempatan DHE oleh eksportir melalui bank kepada Bank Indonesia.
Lewat cara ini, bank sentral akan memberikan fee kepada perbankan nasional yang berhasil menghimpun simpanan dalam dolar dari nasabah eksportir. Fee itu diberikan apabila perbankan langsung meneruskan simpanan dolar ke Bank Indonesia.
Selain itu, BI juga membuat kebijakan jika simpanan dolar ini tidak dianggap sebagai dana pihak ketiga (DPK) sehingga bank tidak memiliki kewajiban dari sisi giro wajib minimum (GWM)
Adapun, cara BI untuk menarik eksportir Indonesia agar menempatkan dolarnya di dalam negeri adalah melalui penetapan suku bunga yang kompetitif sesuai dengan mekanisme pasar.