Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa aturan perluasan sektor atas devisa hasil ekspor (DHE) akan segera dirilis dalam waktu dekat. Menurut Menkeu, pemerintah kini tengah mengebut penyelesain revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 yang menjadi landasan kebijakan tersebut.

“Selesai bulan ini. Tunggu saja di Februari,” ujar di Jakarta pada Rabu, 1 Februari.

Sebelumnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Selasa petang Menkeu sempat menjelaskan bahwa aturan DHE terdahulu hanya difokuskan pada sektor-sektor yang terkait dengan komoditas sumber daya alam (SDA).

Nantinya, melalui kebijakan baru pemerintah akan memasukan sektor strategis lain yang berorientasi ekspor guna mendorong eksportir memarkir dananya di dalam negeri.

“Ini menyangkut sektor SDA yang sudah eksisting dan juga manufaktur. Nanti kita lihat manufaktur ini yang juga terkait SDA, jadi tidak semua manufaktur,” tuturnya.

Walau begitu, bendahara negara menyatakan bahwa pemerintah berupaya mengurangi intervensi berlebihan kepada pelaku usaha mengingat pendapatan devisa tersebut merupakan hak pengusaha.

“Kita mendesain agar tidak bertentangan dengan rezim devisa bebas. Di satu sisi Indonesia perlu memastikan ekspor yang tumbuh tinggi harus bisa memperkuat cadangan devisa, dan di sisi lain Indonesia tetap komitmen untuk tidak men-discourage kegiatan ekspor,” tegasnya.

VOI mencatat, fenomena raibnya devisa ini pertama kali diungkap oleh Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter Tanah Air. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menyebut jika peningkatan nilai ekspor yang terjadi pada sepanjang tahun lalu tidak disertai dengan masuknya aliran modal asing, utamanya dolar, secara signifikan ke dalam negeri.

“Memang ekspor kita di 2022 itu tinggi sekali, 291 miliar dolar AS dengan trade balance kita sekitar 55 miliar. Pada saat itu ada rasa, kenapa ya dana tersebut tidak masuk ke perbankan kita,” kata Destri pada pertengahan Januari lalu.

Atas dasar itu bank sentral lantas mengambil inisiatif untuk mengeluarkan instrumen term deposit (TD) valas. Melalui skema ini BI akan memberikan fee kepada perbankan nasional yang berhasil menghimpun simpanan dalam dolar dari nasabah eksportir. Fee itu diberikan apabila perbankan langsung meneruskan simpanan dolar ke Bank Indonesia.

Tidak hanya itu, otoritas moneter juga membuat kebijakan jika simpanan dolar ini tidak dianggap sebagai dana pihak ketiga (DPK) sehingga bank tidak memiliki kewajiban dari sisi giro wajib minimum (GWM).

Adapun, untuk menarik eksportir Indonesia agar menempatkan dolarnya di dalam negeri adalah melalui penetapan suku bunga yang kompetitif sesuai dengan mekanisme pasar.