Bagikan:

JAKARTA - Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyebut, kebijakan sistem jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) perlu didukung.

Meski begitu, Djoko tidak bisa memungkiri akan ada penolakan dalam penerapannya. Ia menyebut sebagian besar penolak nantinya akan meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memperbaiki terlebih dahulu transportasi publik yang ada.

"Sebaik apa pun angkutan umumnya, sebutlah misalnya MRT sudah terbangun di seluruh sudut Jakarta, tetap saja tidak akan bisa mengalahkan nyamannya menggunakan mobil," kata Djoko dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 19 Januari.

Menurut Djoko, sebagian masyarakat akan tetap memilih mengendarai mobil pribadi lantaran alasan fleksibilitas, privasi, gengsi, status sosial, door to door, dan lain sebagainya.

"Penerapan ERP masyarakat dipaksa rasional dalam memilih moda angkutan umum. Pengguna kendaran pribadi harus dipaksa keluar dari mobil dan mau naik angkutan umum," ujarnya.

Masih kata Djoko, penerapan ERP merupakan suatu sistem yang dikembangkan untuk pembatasan kendaraan pribadi yang merupakan turunan dari manajemen permintaan perjalanan atau transport demand management (TDM).

Adapun tujuannya adalah untuk mengurangi permintaan penggunaan jalan sampai kepada suatu titik, yang mana permintaan penggunaan jalan tidak lagi melampui kapasitas jalan.

"Dengan penerapan ERP, terdapat pilihan pengemudi untuk membayar dan menikmati perjalanan, mengubah waktu perjalanan untuk membayar lebih murah, mengubah rute, mengubah jenis alat angkut, mengubah tujuan perjalanan, dan membatalkan perjalanan," tandasnya.

Sekadar diketahui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bakal menerapkan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) pada 25 ruas jalan ibu kota untuk meningkatkan pengendalian pergerakan lalu lintas, pada tahun ini.

Kebijakan itu dinilai sebuah langkah tepat untuk mengurangi kemacetan di Ibu Kota DKI Jakarta.