JAKARTA - Pemerintah berencana memasukkan insentif kendaran listrik ke dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023. Rencana itu pun menuai pro dan kontra di kalangan para ekonom.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, aturan insentif untuk kendaraan listrik perlu dipertimbangkan kembali oleh pemerintah dan pihak terkait.
Sebab, nominal subsidi untuk kendaraan listrik dianggap terlalu besar dan bisa berdampak pada APBN 2023, yang mana Indonesia terancam mengalami resesi global.
"Sebenarnya subsidi mobil listrik belum urgen. Masalah besaran subsidi juga perlu ditinjau ulang karena kondisi APBN tahun depan masih butuh anggaran untuk antisipasi resesi," kata Bhima kepada VOI, Selasa, 20 Desember.
Terlebih lagi, kata Bhima, kondisi ruang fiskal atau pendapatan negara sedang dalam kondisi yang kurang baik.
"Ruang fiskal makin sempit, terlebih besaran defisit APBN tidak boleh di atas tiga persen," ujarnya.
Bhima menyarankan agar pemerintah melihat besarnya TKDN dari kendaraan listrik yang ingin disubsidi, sehingga insentif yang dikeluarkan nantinya tidak salah sasaran.
"Besaran TKDN juga penting sebagai kategori subsidi kendaraan listrik. Saat ini, banyak mobil dan motor listrik impor, begitu juga suku cadangnya. Jangan sampai pemerintah subsidi barang impor pakai uang APBN, itu jelas tidak tepat sasaran," ungkapnya.
Tak hanya itu, Bhima menilai subsidi kendaraan listrik dikhawatirkan bisa menambah kemacetan di Indonesia.
"Kalau mobil listrik disubsidi khawatir menambah kemacetan, terutama di kota-kota besar," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah tengah memfinalisasi aturan insentif bagi pembelian mobil atau motor listrik.
Nantinya, insentif tersebut akan diberikan ke setiap pembelian kendaraan listrik, baik mobil maupun motor, yang diproduksi oleh perusahaan yang memiliki pabrik di Indonesia.
Insentif tersebut diharapkan memberikan berbagai manfaat bagi pengembangan industri kendaraan listrik.
BACA JUGA:
Menurut rencana, insentif yang akan diberikan untuk pembelian mobil listrik, yakni sekitar Rp80 juta, dan untuk mobil listrik berbasis hibrid sekitar Rp40 juta.
Sedangkan, untuk jenis kendaraan roda dua, pemerintah akan memberikan insentif sekitar Rp8 juta.
Kemudian, motor konversi menjadi motor listrik mendapat insentif sekitar Rp5 juta.