JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara mencatat penyaluran kredit di Provinsi Bali hingga Oktober 2022 mencapai Rp98,18 triliun, yang didominasi penggunaannya untuk kredit modal kerja.
"Pada posisi Oktober 2022, baik penyaluran kredit maupun penghimpunan Dana Pihak Ketiga perbankan di Bali mengalami pertumbuhan," kata Kepala OJK Regional 8 Bali-Nusra Giri Tribroto saat mengadakan Temu Wartawan di Gianyar, dikutip dari Antara, Selasa 6 Desember.
Menurut Giri, performa ini turut berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi di Provinsi Bali di tengah semakin terkendalinya kondisi pandemi COVID-19.
Penyaluran kredit mencapai Rp98,18 triliun tersebut tumbuh 3,45 persen (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,22 persen (yoy).
"Pertumbuhan kredit Bank Umum di Bali sebesar 3,33 persen (yoy), sedangkan BPR mencapai 4,28 persen (yoy)," ujarnya.
Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit didorong oleh peningkatan kredit Modal Kerja dan Investasi sebesar Rp38,61 triliun. Kemudian untuk Konsumsi sebesar Rp34,34 triliun dan untuk Investasi sebesar Rp25,23 triliun.
Sedangkan berdasarkan sektornya, pertumbuhan kredit disumbangkan oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran serta Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan.
"Peningkatan penyaluran kredit ini seiring dengan kebijakan pelonggaran aktivitas masyarakat dan meningkatnya aktivitas pariwisata di Bali," ucapnya.
Sementara untuk penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) hingga Oktober 2022 mencapai Rp137,22 triliun atau tumbuh double digit yaitu 20,11 persen (yoy) tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 17,63 persen (yoy).
Berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK ditopang oleh kenaikan Giro dan Tabungan. Kondisi tersebut mencerminkan perekonomian di Provinsi Bali sudah mulai menggeliat.
Sedangkan dari fungsi intermediasi posisi Oktober 2022 turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) turun dari 73,16 persen menjadi 71,55 persen. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan kredit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan DPK.
Giri menambahkan, terkait restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 di Bali (berdasarkan lokasi proyek) mengalami penurunan yaitu dari Rp45,80 triliun posisi Desember 2020 menjadi Rp35,54 triliun atau turun sebesar 22,39 persen posisi September 2022.
Berdasarkan sektor ekonomi, restrukturisasi kredit karena COVID-19 berlokasi proyek di Provinsi Bali didominasi oleh sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum (porsi 37,48 persen).
BACA JUGA:
Selanjutnya sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor (porsi 23,63 persen), dan sektor Rumah Tangga (17,56 persen).
"Masih terkait restrukturisasi kredit, Bali juga menjadi daerah yang mendapatkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan selama satu tahun hingga 31 Maret 2024," katanya.
Kebijakan tersebut seperti yang tertuang dalam Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/KDK.03/2022 .
Keputusan Dewan Komisioner OJK itu tentang Penetapan Sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum, Sektor Tekstil dan Produk Tekstil Serta Alas Kaki, Segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta Provinsi Bali sebagai Sektor dan Daerah yang Memerlukan Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank.
Dalam agenda Temu Wartawan tersebut, Giri Tribroto didampingi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Regional 8 Bali Nusra Ananda, Deputi Direktur Manajemen Strategis, EPK dan Kemitraan Pemda Budi Susetiyo dan Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 2 dan Perizinan Yan Jimmy Hendrik S.