Cetak Laba Rp39,31 Triliun, Kontribusi BRI untuk Negara-Rakyat Kian Meningkat
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk membukukan pertumbuhan laba triple digit 106,14 persen year on year (yoy) sebesar Rp39,31 triliun pada kuartal III tahun 2022.

Perolehan laba tersebut kemudian akan dikontribusikan untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam menggerakkan perekonomian melalui komitmen dividen dan pajak.

Direktur Utama BRI Sunarso menyebut, BRI akan terus fokus menciptakan pertumbuhan berkelanjutan.

Di samping itu, BRI juga berkomitmen untuk terus menumbuhkembangkan UMKM melalui strategi go shorter, go faster, & go smaller.

“Karena kinerja sangat bagus, maka tantangannya adalah bagaimana menjaga sustainability daripada pertumbuhan yang baik ini. Maka syarat untuk bisa tumbuh secara sustainable menurut saya ada 4,” ujar Sunarso kepada media, Kamis, 1 Desember.

Pertama adalah ada kejelasan sumber pertumbuhan baru melalui Holding Ultra Mikro.

Kedua, BRI harus memiliki kecukupan modal. Saat ini perseroan memiliki kecukupan modal yang sangat baik, di mana Capital Adequacy Ratio (CAR) BRI mencapai 24 persen.

Persentase tersebut sangat kuat mengingat untuk mencapai minimum requirement yang comply dengan Basel III hanya dibutuhkan 17,5 persen.

“Sehingga bisa disimpulkan bahwa modal kita cukup untuk tumbuh beberapa tahun ke depan mungkin 3 sampai 4 tahun ke depan,” lanjutnya.

Ketiga, BRI harus memiliki kecukupan likuiditas. Adapun Loan to Deposit Ratio (LDR) BRI baru 88,92 persen.

Oleh sebab itu, perseroan berkomitmen terus mendorong pertumbuhan kredit supaya LDR mencapai level optimal di sekitar 90 hingga 92 persen.

Terakhir, adalah kualitas dari pertumbuhan itu sendiri. BRI terus berupaya kuat mengelola Non-Performing Loan (NPL) dan Cost of Credit agar terjaga dengan baik. NPL BRI hingga kuartal III tahun 2022 sebesar 3,09 persen menurun dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 3,27 persen.

“Dan Cost of Credit kita sekarang sudah turun dari 3 persen ke level 2,88 persen. Saya kira ini akan bagus kalau kita turunkan kembali sehingga Cost of Credit kita menjadi sangat baik,” pungkas Sunarso.