Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bakal menggelar konferensi pers terkait dengan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 periode Oktober. Berdasarkan sumber internal redaksi di Kementerian Keuangan, disebutkan jika agenda tersebut akan dihelat pekan ini.

“Estimasi (konferensi pers) 24 November atau 25 November sore,” ujarnya kepada VOI pada Selasa, 22 November.

Asal tahu saja, hingga penutupan kuartal III 2022 atau sampai dengan September lalu, kinerja keuangan negara masih cukup perkasa dengan menorehkan surplus Rp60,9 triliun. Bukuan tersebut melanjutkan tren positif sejak Januari 2022 yang kala itu mencetak surplus sebesar Rp28,9 triliun.

Namun, capaian moncer sepanjang tahun ini berpotensi terhenti di Oktober lantaran pemerintah mesti membayar biaya kompensasi energi kepada Pertamina dan PLN.

Dalam pemberitaan sebelumnya terungkap jika Menkeu Sri Mulyani akan mengeluarkan biaya sekitar Rp163 triliun guna menyelesaikan kewajiban kompensasi kepada sepasang BUMN itu.

“Rinciannya adalah Rp132,1 triliun untuk Pertamina dan Rp31,2 triliun untuk PLN. Ini kita usahakan untuk bisa cair pada Oktober karena seluruh persyaratan sudah mendapat review (persetujuan) dari BPK dan juga berkoordinasi dengan tiga menteri terkait serta dua menteri yang lain,” tutur dia beberapa waktu lalu.

Perlu dicatat bahwa kondisi ‘anomali’ APBN surplus selama ini tidak lepas dari dua hal. Pertama, windfall revenue akibat naiknya harga komoditas yang membuat penerimaan negara dari sektor perpajakan melonjak drastis.

Kedua, proses pemulihan ekonomi di dalam negeri yang terus menguat. Indikasi ini nampak dari melesatnya pungutan pajak yang berasal dari sektor dunia usaha.

Sebagai informasi, Kementerian Keuangan menyebut jika penerimaan perpajakan di triwulan ketiga 2022 tumbuh 49,3 persen year on year (yoy) menjadi Rp1.542,6 triliun. Semetara pada sektor penerimaan bukan pajak (PNBP) membukukan kenaikan 34,4 persen menjadi Rp431,5 triliun.

Untuk diketahui, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sedari awal memang disusun dengan menggunakan asumsi defisit. Kebijakan ini merupakan kesepakatan antara pemerintah dengan DPR yang tertuang dalam Undang-Undang APBN dan telah berlangsung selama beberapa periode.

Strategi defisit anggaran dimaksudkan untuk mengejar pertumbuhan yang lebih tinggi dengan risiko kekurangan bujet ditambal lewat pembiayaan (utang). Sehingga, tidak berlebihan jika redaksi menyebut surplus APBN sebagai anomali lantaran desain awal telah ditetapkan defisit Rp840,2 triliun sesuai Perpres 98/2022.