Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melaporkan bahwa kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sepanjang 2022 masih berada dalam jalur yang positif.

Catatan terakhir menyebutkan bahwa hingga September kondisi keuangan negara masih membukukan surplus Rp60,9 triliun.

Sebelumnya, instrumen fiskal berturut-turut meraup surplus di Januari sebesar Rp28,9 triliun, Februari surplus Rp19,7 triliun, Maret surplus Rp10,3 triliun, April surplus Rp103,1 triliun.

Kemudian, Mei surplus sebesar Rp132,2 triliun, Juni surplus Rp73,6 triliun, Juli surplus sebesar Rp106,1 triliun, dan Augustus surplus Rp107,4 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan bahwa torehan impresif itu setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, efek peningkatan harga komoditas ekspor RI sehingga pemerintah mendapat keuntungan (windfall) dari sesi penerimaan negara.

“Kedua, hasil positif ini juga didukung oleh pemulihan ekonomi nasional yang kini terus melanjutkan penguatan,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita beberapa waktu lalu.

Pernyataan bendahara negara itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia konsisten berada di level tinggi dalam tiga kuartal secara beruntun. Alhasil, target pertumbuhan di atas 5 persen pada penutupan tahun diharapkan bisa tercapai.

Lebih lanjut, kinerja moncer APBN yang terus membukukan surplus rupanya juga ditopang oleh belum dibayarkannya kewajiban subsidi dan kompensasi kepada dua BUMN utama, yaitu Pertamina dan PLN.

Hal ini diakui langsung oleh Menkeu. Menurut dia, proses administrasi dan kelengkapan data baru selesai pada Oktober lalu.

“Pemerintah akan melakukan pembayaran kompensasi sekitar Rp163 triliun, dengan rincian Rp132,1 triliun untuk Pertamina dan Rp31,2 triliun untuk PLN. Ini kita usahakan untuk bisa cair pada Oktober karena seluruh persyaratan sudah mendapat review (persetujuan) dari BPK dan juga berkoordinasi dengan tiga menteri terkait serta dua menteri yang lain,” tuturnya.

Sehingga, dengan dipenuhinya kewajiban pemerintah tersebut maka kemungkinan APBN bakal kembali pada ‘kondisi normal’ defisit sejalan dengan ketetapan Perpres 98/2022 yang meyakini anggaran akan minus Rp840,2 triliun.