JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan bahwa defisit APBN 2023 ditetapkan sebesar Rp598,2 triliun. Angka tersebut merupakan cerminan belanja negara yang lebih besar dengan Rp3.061,2 triliun berbanding pendapatan yang sebesar Rp2.463 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa tekornya APBN pada tahun ini mempertimbangkan sejumlah aspek strategis. Salah satu yang diungkap adalah perihal alokasi anggaran subsidi yang tergolong cukup besar.
“Kalau seandainya APBN mau di- balance-kan, itu bisa aja. Tetapi saya tidak akan membayar (biaya subsidi listrik) Rp171 triliun ke PLN. Lalu, kepada Bu Nicke (Dirut Pertamina) saya tidak bayar (subsidi/kompensasi BBM) Rp379 triliun. Itu bisa membuat (defisit) APBN-nya langsung Rp0,” ujar dia saat menjawab pertanyaan Direktur Keuangan PLN Indonesia Power Endang Astharanti, Jumat, 3 Februari.
Menkeu sendiri menyebut jika realisasi subsidi pada tahun lalu mencapai Rp555 triliun. Angka ini lebih besar dari pada defisit APBN 2022 yang sebesar Rp464,3 triliun. Artinya, jika pemerintah tidak memberikan subsidi BBM dan listrik di tahun lalu, maka APBN bukan hanya terbebas dari defisit namun malah mencatatkan surplus Rp90,7 triliun.
BACA JUGA:
“Terus kalau subsidi dicabut (demi APBN balance), anda (PLN dan Pertamina) menjawabnya dengan menaikan tarif listrik dan BBM. Kalau seperti itu ya silakan saja, tetapi nanti anda yang akan dimarahi oleh rakyat Indonesia. Jadi hanya sesimpel itu sebenarnya,” tegas dia.
Adapun, dalam Undang-Undang APBN 2023 ditetapkan nilai subsidi tahun ini adalah sebesar Rp298,5 triliun. Bujet tersebut akan diarahkan untuk lebih tepat sasaran, terintegrasi dan mendukung UMKM, petani dan layanan transportasi publik.