Bagikan:

JAKARTA – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan bahwa pemerintah melihat adanya peluang peningkatan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) atau debt to gross domestic product (GDP) ratio pada akhir tahun mendatang.

Menurut dia, proyeksi tersebut sejalan dengan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masih didesain dalam kondisi defisit.

“Kalau sampai akhir tahun ini (debt to GDP ratio) di sekitar 40 saya kira masih oke,” ujarnya ketika berbicara di forum ekonomi bertajuk The Indonesia 2023 Summit pada Kamis, 27 Oktober.

Suahasil menjelaskan jika rasio utang terhadap PDB saat ini berada di level 39 persen. Angka itu tergolong masih aman jika merunut pada Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003 yang memberikan batasan maksimal 60 persen.

“Indonesia masih jauh di bawah ruang yang diberikan oleh undang-undang,” tuturnya.

Wakil Sri Mulyani itu lantas membandingkan kondisi RI dengan beberapa negara yang termasuk kurang beruntung.

“Banyak negara selama dua tahun masa pandemi debt to GDP-nya itu melambung tinggi. Bahkan beberapa negara sudah sampai ke tingkat dimana pemerintahnya harus meminta izin kepada parlemen untuk bisa menambah ruang utang,” tegasnya.

Sebagai informasi, posisi utang pemerintah hingga September 2022 adalah sebesar Rp7.420,4 triliun 39,3 persen atau setara dari PDB.

VOI mencatat, RI mengalami kenaikan rasio utang hingga 10,8 persen dalam kurun waktu 2020-2021 karena tingginya angka belanja.

Di sisi lain, sektor pendapatan negara tertekan cukup dalam akibat kegiatan ekonomi yang mesti terhenti akibat pembatasan mobilitas guna meredam penyebaran COVID-19.