Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berbagi pengetahuan soal kondisi ekonomi global terkini yang semakin sulit pasca melewati pandemi COVID-19.

Kata dia, saat ini berbagai negara berlomba untuk bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri nasional. Permintaan yang serempak ini menyebabkan banyak harga komoditas melonjak tinggi.

“Kondisi diperburuk dengan kelangkaan beberapa pasokan. Sumber bahan pangan menjadi sulit, harga energi menjadi mahal. Ini juga disebabkan karena adanya kondisi geopolitik antara Rusia dengan Ukraina,” ujar Menkeu saat menjadi narasumber program pelatihan kepemimpinan ikatan alumni ITB, dikutip Rabu, 26 Oktober.

Dia menjelaskan, inflasi yang saat ini terjadi merupakan inflasi terburuk yang dialami sejumlah negara. Kondisi ini terjadi di mayoritas negara maju, seperti Amerika, Eropa, dan Jepang yang selama berdekade-dekade berjuang dengan deflasi.

“Secara tiba-tiba mereka punya inflasi. Situasi ini di satu sisi menurut para policy maker di negara-negara maju itu menilai, oh ini inflasi. Sementara karena tadi demand-nya langsung naik duluan dan suplainya telat maka inflasi tidak terhindarkan,” tuturnya.

Namun nyatanya, inflasi terus menerus naik. Hal ini menyebabkan negara-negara maju tersebut menaikkan suku bunga dengan tajam.

Menkeu menambahkan, biasanya bank sentral menaikkan suku bunga 25 basis poin atau 0,25 persen. Sekarang menjadi sudah biasa melihat bank sentral menaikkan 50 sampai 75 basis poin dalam sekali kenaikan.

“Kebijakan mengerek suku bunga seperti ini bukanlah sesuatu yang sepele. Di seluruh dunia, di negara maju ini akan menimbulkan dampak dan memang itu yang diinginkan, yaitu dampak untuk melemahkan demand supaya suplainya bisa kerja dulu. Ini supaya inflasinya turun,” kata dia.

Meski demikian, kenaikan suku bunga yang menyebabkan dan menciptakan potensi terjadinya pelemahan permintaan perlu dicermati. Menkeu menyatakan, kondisi ini dapat menyebabkan resesi.

“Kalau resesinya datang lebih dulu tapi inflasinya belum turun, maka yang terjadi pada ekonomi adalah resesi ditambah inflasi, namanya stagflasi. Itu yang tidak kita inginkan bersama,” tutup Menkeu Sri Mulyani.