Bagikan:

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa sampai dengan akhir Mei 2022 posisi utang pemerintah berada di angka Rp7.002,24 triliun dengan rasio utang terhadap PDB (debt to GDP ratio) sebesar 38,88 persen.

Besaran tersebut diketahui lebih rendah sekitar Rp50 triliun dibandingkan dengan catatan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.052 triliun atau setara 40,39 persen dari PDB.

“Secara nominal, terjadi penurunan total outstanding dan rasio utang terhadap PDB dibandingkan dengan realisasi bulan April 2022,” demikian risalah APBN terbaru seperti yang dikutip redaksi pada Minggu, 26 Juni.

Secara terperinci, jajaran Sri Mulyani menjelaskan rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal.

Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,20 persen dari seluruh komposisi utang akhir Mei 2022.

Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (rupiah), yaitu 70,68 persen.

Selain itu, kepemilikan SBN tradable oleh investor asing terus menurun sejak 2019 yang mencapai 38,57 persen, hingga akhir tahun 2021 yang mencapai 19,05 persen, dan per 7 Juni 2022 mencapai 16,74 persen.

“Portofolio utang dijaga agar terus optimal, sehingga peningkatan utang pun telah diperhitungkan secara matang demi mendapatkan risiko dan biaya yang paling efisien,” kata Kemenkeu.

Dari segi jatuh tempo, komposisi utang pemerintah disebut telah dikelola dengan mempertimbangkan kemampuan bayar dan kapasitas fiskal. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata jatuh tempo (average time to maturity) sepanjang 2022 ini masih terjaga di kisaran 8,7 tahun.

“Pengadaan utang pemerintah ditetapkan atas persetujuan DPR dalam UU APBN dan diawasi pelaksanaannya oleh BPK. Dalam pelaksanaannya, pengadaan utang pemerintah juga memperhatikan perkembangan kondisi ekonomi dan kebutuhan pembiayaan,” tegas Kementerian Keuangan.

Sebagai informasi, level utang pemerintah sebelumnya selalu berada di level psikologis Rp6.000 triliun. Adapun, untuk tahun depan nilai utang diyakini bakal semakin tinggi dari kondisi saat ini.

Hal itu terindikasi dari laporan Menkeu Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR perihal pembahasan RAPBN 2023. Katanya, besaran utang diproyeksi berada di rentang 40,58 persen sampai dengan 42,42 persen dari produk domestik bruto PDB.

“Rasio utang tetap terkendali dalam batas manageable,” tutur Menkeu di Kompleks Parlemen pada Jumat, 20 Mei.