Bagikan:

SERANG - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat profil jatuh tempo utang pemerintah pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun terdiri dari jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun dan jatuh tempo pinjaman senilai Rp94,83 triliun.

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kementerian Keuangan Riko Amir menyampaikan, utang-utang tersebut akan dilunasi lantaran pemerintah memiliki kemampuan untuk membiayai defisit dan utang.

"Setiap utang jatuh tempo itu harus dibayar, jadi kita sampai saat ini tidak membuat semacam negosiasi lagi bahwa kita akan cicil lagi (minta tambahan waktu) gitu. Kita masih punya kemampuan untuk membayar defisit plus utang jatuh tempo tadi," kata Riko dalam media gathering Kementerian Keuangan 2024, Kamis, 26 September.

Riko menjelaskan, sumber pendanaan untuk pembayaran utang salah satunya berasal dari refinancing yaitu skema pendanaan dengan mengajukan pinjaman baru dengan bunga yang lebih kecil.

Strategi ini dilakukan dengan mengeluarkan penerbitan obligasi pemerintah untuk membayar utang jatuh tempo tersebut.

"Dengan prinsip refinancing. Karena refleksinya tadi credit rating kita yang investment grid, yang menyatakan pondasi ekonomi kita cukup baik untuk membuat kita masih bisa untuk melakukan refinancing terhadap hutang yang jatuh tempo tersebut," jelasnya.

Untuk diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga Agustus 2024 sebesar Rp8.461,93 triliun atau turun Rp40,76 triliun jika dibandingkan dengan akhir Juli 2024 yang sebesar Rp8.502,69 triliun.

Berdasarkan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,49 persen atau turun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 38,68 persen.

Rasio utang yang tercatat hingga akhir Agustus 2024 masih di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.

Hingga akhir Agustus 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 7,95 tahun.

Risiko tingkat bunga dan risiko nilai tukar juga terkendali, menggunakan suku bunga tetap/ fixed rate (80 persen total utang) dan dalam rupiah (72,12 persen total utang).

Hal ini selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri danbmemanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.

"Pengelolaan utang pemerintah yang disiplin turut menopang hasil assessment lembaga pemeringkat kredit terhadap sovereign rating Indonesia," tulisnya.

Sebagai informasi, berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang kontribusinya sebesar 88,07 persen.

Hingga akhir Agustus 2024, penerbitan SBN tercatat sebesar Rp7.452,56 triliun terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (valas).

Adapun SBN Domestik tercatat sebesar Rp6.063,41 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp4.845,68 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp1.217,73 triliun.

Sementara sisanya SBN valuta asing (valas) sebesar Rp1.389,14 triliun terbagi menjadi Surat Utang Negara senilai Rp1.025,14 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara sebesar Rp364 triliun.