Bagikan:

JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan penarikan utang dalam jumlah besar diperkirakan akan mempengaruhi pembayaran bunga utang di tahun-tahun mendatang, khususnya pada 2025.

Sebelumnya, Pemerintah merencanakan akan membayar bunga utang pada 2025 sebesar Rp552,9 triliun angka ini naik 10,8 persen dari outlook pembayaran bunga utang pada tahun anggaran 2024 senilai Rp499 triliun.

Selain itu, Bhima menegaskan angka tersebut sangat signifikan dan dapat menekan ruang fiskal negara. Oleh sebab itu pemerintah perlu merancang strategi yang matang untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan negara di masa mendatang.

"Penarikan utang dalam jumlah besar bisa mempengaruhi pembayaran bunga utang di tahun berikutnya. Pada 2025 saja, ada Rp552 triliun beban pembayaran bunga utang. Ini angka yang sangat besar ya. Ruang fiskal bisa tertekan," ujarnya kepada VOI, Kamis, 22 Agustus.

Selain itu, Bhima menyampaikan penarikan utang yang besar ini juga menimbulkan potensi risiko terkait likuiditas di sektor perbankan dan kondisi ini bisa berdampak pada kestabilan sistem keuangan.

"Ada resiko perebutan likuiditas antara perbankan dan pemerintah. Depositor mungkin lebih tertarik untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) dengan bunga yang lebih tinggi dibandingkan menyimpan uang di bank," jelasnya.

Sebelumnya, Pemerintah merencanakan akan membayar bunga utang pada 2025 sebesar Rp552,9 triliun angka ini naik 10,8 persen dari outlook pembayaran bunga utang pada tahun anggaran 2024 senilai Rp499 triliun. Adapun angka tersebut belum termasuk pembayaran pokok utang.

“Jumlah tersebut terdiri atas pembayaran bunga utang dalam negeri senilai Rp497,62 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri senilai Rp55,23 triliun,” tulis pemerintah dalam dokumen Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2025, dikutip Minggu, 18 Agustus.

Meski tumbuh double digit, pertumbuhan pembayaran bunga utang pada tahun anggaran 2025 tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun anggaran 2024 yang sebesar 13,4 persen (terhadap realisasi pembayaran tahun anggaran 2023).

Adapun, pemerintah mengungkapkan bahwa perhitungan besaran pembayaran bunga utang tahun anggaran 2025 secara garis besar meliputi pembayaran bunga atas outstanding utang yang berasal dari akumulasi utang tahun-tahun sebelumnya.

Selain itu, juga memperhitungkan rencana pembiayaan utang tahun anggaran 2024 dan 2025, rencana program pengelolaan portofolio utang (liabilities management).

Selanjutnya, perhitungan besaran pembayaran bunga utang juga didasarkan pada beberapa asumsi, seperti nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar Amerika Serikat (US$), yen Jepang (JPY), dan euro (EUR).

Kemudian, tingkat bunga SBN tenor 10 tahun, referensi suku bunga pinjaman serta asumsi spread-nya, diskon penerbitan SBN serta perkiraan biaya pengadaan utang baru.

Adapun, perkembangan pembayaran bunga utang pada tahun 2025 Belum Termasuk Pembayaran Pokok Utang.

Sebagai informasi, melihat rencana belanja dalam RAPBN 2025 sebesar Rp3.613,1 triliun, dengan demikian belanja bunga utang mencakup 15,3 persen dari total anggaran. Di sisi lain, pembayaran ini baru bunga utang, belum termasuk utang jatuh tempo yang pemerintah wajib bayar.

Adapun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat profil jatuh tempo utang pemerintah pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun terdiri dari jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun dan jatuh tempo pinjaman senilai Rp94,83 triliun. Sehingga, Pemerintahan berikutnya perlu menyiapkan sekitar Rp1.353,23 triliun untuk membayar utang pokok dan bunga utang.