LPEM UI: Menjaga Inflasi Adalah Kunci Keberhasilan Defisit Fiskal 3 Persen Tahun Depan
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) memberikan tanggapan terkait dengan rancangan pengelolaan keuangan negara tahun depan yang terangkum dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023.

Ekonom LPEM UI Teuku Riefky mengatakan salah satu yang menjadi mandatori penting adalah batasan defisit fiskal 3 persen dalam APBN sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Menurut dia, guna mencapai hal tersebut pemerintah perlu memperhatikan alokasi belanja dan mengoptimalkan penerimaan. Namun, tetap menjaga agar pemulihan ekonomi yang sedang berjalan tidak melambat.

“Kuncinya adalah bagaimana kita bisa menangani tekanan inflasi saat ini agar tidak mendisrupsi pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung. Jadi momentum ini perlu terus dijaga agar roda ekonomi kendur,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip Jumat, 3 Juni.

Riefky menambahkan, tren kenaikan inflasi sudah jelas terlihat dari pada April 2022 yang tercatat sebesar 3,5 persen. Dalam pandangan dia, hal itu dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas global, faktor musiman seperti Ramadan dan Idulfitri, serta mulai pulihnya permintaan domestik.

“Katakanlah kalau inflasi tiba-tiba sangat tinggi sekarang, pasti BI (Bank Indonesia) akan meningkatkan suku bunga. Kalau BI meningkatkan suku bunga, maka pertumbuhan GDP (gross domestic product) kita pasti akan tertekan lagi. Implikasinya adalah semakin susah untuk mencapai defisit 3 persen di tahun depan karena GDP growth kita turun,” tuturnya.

Tidak hanya itu, Riefky juga menilai pengetatan moneter seperti yang dilakukan oleh banyak negara lain hanya akan menyebabkan beban biaya utang menjadi lebih tinggi, sehingga kian mempersempit ruang fiskal pemerintah ke depan.

Oleh karena itu, dia mengingatkan apabila tekanan inflasi sampai pada titik yang terlalu tinggi dan kenaikannya tidak sebanding dengan tambahan ruang fiskal yang berasal dari komoditas, maka inflasi tersebut harus diteruskan ke konsumen namun dengan tetap melindungi masyarakat miskin dan rentan.

“Jadi saya rasa problemnya saat ini yang dihadapi adalah bagaimana kita memiliki timing yang tepat dari sisi kebijakan agar proses pemulihan ekonomi ini bisa terjadi secara smooth. Smooth landing ini memang perlu betul-betul diperhatikan oleh pemerintah,” tutup Riefky.