Bagikan:

JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) memilih pendekatan konservatif dalam mengarungi tahun bisnis 2023.

Direktur Utama (Dirut) BNI Royke Tumilaar mengatakan bahwa sikap tersebut diambil sesuai dengan sinyal yang ditangkap perseroan saat ini, yaitu prospek ekonomi domestik berpotensi tidak lagi seimpresif semester pertama.

Meski demikian, dia menyatakan BNI masih melihat indikator makro ekonomi di Indonesia akan cukup sehat dibandingkan negara lain.

Kata Royke, inflasi hingga September berada pada level 6 persen dan masih cukup wajar untuk ukuran negara berkembang dan tahun depan diperkirakan membaik di bawah 4 persen.

“Meskipun tren perlambatan ekonomi global cukup mengkhawatirkan, perekonomian Indonesia diperkirakan relatif stabil dengan didukung bauran kebijakan fiskal dan moneter yang efektif untuk menjaga stabilitas ,” ujarnya saat memberikan keterangan kepada awak media pada Senin, 24 Oktober.

Menurut Royke, indikator kestabilan eksternal ekonomi Indonesia pun terus membaik, terutama dari cadangan devisa yang kuat serta tingkat eksposur utang luar negeri yang rendah.

“Tentu kita perlu mewaspadai potensi meningkatnya risiko yang akan dihadapi oleh perekonomian dan perbankan Indonesia ke depan. Untuk itu, perseroan mengambil langkah konservatif sekaligus proaktif untuk menjaga profitabilitas dapat berkelanjutan di 2023,” tuturnya.

Royke menambahkan, strategi pertumbuhan BNI akan tetap fokus pada segmen yang memiliki return yang atraktif dengan kualitas kredit yang baik, seperti korporasi sektor unggulan dan value chain-nya, pinjaman payroll di segmen konsumer, serta KUR di segmen kecil.

Melalui strategi yang konservatif ini, sambung dia, net interest margin (NIM) diperkirakan akan berada di level yang moderat, namun akan dikompensasikan dengan cost of credit atau biaya CKPN yang rendah dan fee income yang optimal dari transaksi nasabah.

“Kami percaya ini adalah strategi yang tepat di tengah turbulensi ekonomi global, untuk memberikan hasil yang optimal dan sustainable bagi para pemegang saham kami”, tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut Royke juga memaparkan jika perseroan hingga September 2022 berhasil meraup laba bersih Rp13,7 triliun. Hasil tersebut tumbuh 76,8 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama 2021.

Kinerja positif itu tidak lepas dari kontribusi kredit yang naik 9,1 persen menjadi Rp622,61 triliun dengan fokus pada segmen berisiko rendah dan kelompok debitur top tier.