JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, kondisi global pada tahun depan masih diliputi oleh ketidakpastian.
Untuk itu, dia menilai setidaknya terdapat lima poin penting yang perlu dicermati.
Pertama adalah perlambatan ekonomi. Menurut Perry, laju pertumbuhan pada 2023 mendatang tidak lebih baik jika dibandingkan dengan 2022.
Bahkan, dia berkeyakinan tekanan bakal lebih besar di periode selanjutnya.
“Ekonomi global tahun ini yang diperkirakan tumbuh 3 persen dan akan menurun menjadi 2,6 persen tahun depan,” ujarnya ketika menjawab pertanyaan wartawan, Kamis, 20 Oktober.
Disebutkan bahwa perlambatan dipicu oleh kondisi domestik Amerika Serikat yang hanya akan tumbuh 1,2 persen dari sekarang 2,5 persen.
Kemudian Kawasan Eropa yang tertekan lebih dalam jadi 0,7 persen, serta di China yang bakal mengalami tren serupa.
“Kondisi ini ditambah dengan pengetatan moneter yang akan berdampak pada negara-negara emerging,” tuturnya.
Kedua, tingkat inflasi yang masih akan tinggi. Kata dia, fenomena meroketnya inflasi tidak hanya melanda negara maju melainkan juga sejumlah negara berkembang, seperti Turki, Brasil, maupun Argentina.
“Ini merupakan akibat dari ketegangan geopolitik dan masih terganggunya mata rantai pasok dunia,” kata Perry.
Ketiga, kenaikan suku bunga yang agresif di negara maju. Perry mengungkapkan, jika Fed Fund Rate bisa melesat menjadi 4,5 persen dan bahkan kembali tumbuh menyentuh 4,75 persen tahun depan sebagai level tertinggi.
“Kenaikan ini belum tentu serta-merta dapat menurunkan risiko inflasi karena sumber persoalan tidak hanya dari aspek permintaan tetapi juga pasokan yang terganggu. Maka dari itu timbul kemudian risiko stagflasi,” tegasnya.
BACA JUGA:
Keempat adalah kenaikan Fed Fund Rate yang berimbas pada semakin menguatnya nilai tukar dolar AS. Perry mencatat, dolar sempat mengalami indeks penguatan di level 114 sebelum menurun jadi 112.
“Ini berarti dolar menguat 18 persen secara year to date. Bahkan jika dihitung dari pertengahan tahun lalu dolar menguat hampir 25 persen. Inilah yang menyebabkan pelemahan mata uang di seluruh dunia, termasuk rupiah,” katanya.
Kelima adalah risiko dari persepsi investor. Hal yang paling dikhawatirkan dari poin terakhir adalah sikap pemodal yang menarik dananya dari negara berkembang sehingga bisa menimbulkan ketidakkondusifan pasar global.
“Khususnya untuk investasi portofolio dan tentu menumpuknya di dalam tunai. Itulah lima poin yang perlu dicermati dan menjadi tantangan di seluruh dunia,” tutup Gubernur BI Perry Warjiyo.