Terjadi Perubahan Dinamika Ekonomi, Pemerintah Perlu Kaji Asumsi Nilai Tukar Rupiah dalam APBN 2023
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan dengan perubahan dinamika ekonomi saat ini, maka pemerintah perlu mengkaji ulang asumsi nilai tukar rupiah dalam APBN 2023. Semula, nilainya berada di level Rp14.800.

"Asumsi nilai tukar dalam APBN 2023 perlu dilakukan revisi karena terjadi perubahan dinamika ekonomi. Moderasi harga komoditas berpengaruh terhadap pertahanan stabilitas rupiah," kata Bhima, pada Senin, 17 Oktober.

Menurut Bhima, pada semester I 2022, nilai tukar rupiah masih bisa terjaga dengan bantuan bonanza komoditas. Begitu terjadi pembalikan arah maka tekanan kurs bisa terjadi.

"Berikutnya penyesuaian kurs rupiah mendesak dilakukan karena postur belanja akan alami peningkatan terutama belanja subsidi energi," ungkap Bhima.

Sekadar informasi, pemerintah dan Badan Anggaran atau Banggar DPR RI juga menyepakati anggaran subsidi energi di 2023 sebesar Rp211,9 triliun. Asumsi dasar Makro 2023 menyebutkan, target pertumbuhan ekonomi di 5,3 persen, inflasi yoy 3,6 persen, nilai tukar Rp14.800 per dolar Amerika Serikat.

Bhima mengaku juga khawatirkan realisasi subsidi energi yang lebih tinggi dari rencana membuat tekanan pada penyesuaian harga BBM kembali terjadi tahun depan. Seperti diketahui, harga BBM juga telah mengalami penyesuaian bulan September lalu.

Lebih lanjut, Bhima mengatakan kenaikan harga BBM tersebut menyumbang inflasi dan bisa menekan pemulihan ekonomi. "Inflasi energi yang terlalu tinggi bisa menekan pemulihan ekonomi," tandas Bhima.

Di tengah penguatan dolar terhadap rupiah, Bhima menjelaskan pemerintah bisa melakukan 'extra effort', yaitu untuk mendorong devisa hasil ekspor lebih banyak di konversi ke kurs rupiah terutama devisa pertambangan dan hasil perkebunan.

"Dalam situasi strong dolar terjadi secara kontinu maka BI perlu mempersiapkan capital control atau syarat bagi eksportir untuk menyimpan hasil ekspor dalam perbankan domestik selama sekurangnya 6-9 bulan," sebut Bhima.

Lalu yang terakhir, kata Bhima, meningkatkan porsi local currency settlement dengan penambahan kerjasama negara tujuan ekspor utama menggunakan kurs lokal.

Tantangan Makin Berat

Sementara itu, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengingatkan agar semua pihak tidak terlena dengan kondisi ekonomi Indonesia saat ini yang masih mampu bertahan, bahkan mendapat pujian dari International Monetary Fund (IMF).

Menurut dia, tantangan ke depan akan semakin berat. Hal itu ditunjukkan salah satunya dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semakin memperberat beban APBN. "Badai ekonomi makin mendekat, ketika lemahnya rupiah akan membebani APBN kita," terangnya.

Uchok mengatakan Indonesia masih menggunakan dolar AS untuk membayar utang luar negeri dan keperluan lain. Ketika nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS, maka akan semakin bertambah besaran rupiah yang dikeluarkan.

"Karena ketika mau bayar utang dan bunga utang dalam bentuk dollar AS, akan naik tinggi dalam rupiah. Belanja impor bahan baku atau yang lain, akan tinggi dan mahal. Daya beli rakyat makin lemah, dan lama kelamaan, rupiah tidak laku lagi sebagai transaksi jual beli dalam negeri sendiri," tuturnya.

Karena itu, Uchok menyarankan perencanaan APBN 2023 harus lebih memberi ruang pada sektor pertanian, perkebunan, dan pangan. Menurut dia, sektor lain patut untuk ditunda dahulu. Selain itu, kata Uchok, alokasi belanja negara untuk alutsista di TNI dan Polri juga patut dialihkan untuk kemandirian pangan dan energi.

"Perencanaan APBN ke depan, harus banyak pertanian dan perkebunan untuk menanam pangan. Tolong tinggal proyek IKN, atau APBN 2023 naik jadi Rp3.050 triliun," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia terhitung masih lebih tahan banting dari krisis ekonomi yang kini terjadi di tingkat global dibanding banyak negara lain.

"Beberapa lembaga pemeringkat seperti S&P dan lain-lain melihat ekonomi Indonesia relatif stabil di tengah banyak negara ratingnya turun. Ini sekali lagi menunjukkan fundamental ekonomi kuat dan dari keuangan, utang, fiskal dan moneter cukup prudent," kata Menko Airlangga beberapa waktu lalu.

Bahkan, Airlangga mengatakan bahwa pemerintah tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 5 persen. Optimisme tersebut berangkat dari prediksi yang dikeluarkan oleh IMF.

"Optimistis tumbuh di atas 5 persen. IMF juga memperkirakan di atas itu," katanya kepada wartawan saat ditemui di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu, 16 Oktober.

Sekadar informasi, laporan World Economic Outlook (WEO) IMF terbaru memperkirakan perekonomian global pada kisaran 3,2 persen pada 2022, dan melambat hingga 2,7 persen di 2023, atau menurun 0,2 persen dibandingkan outlook pada Juli 2022.

Meski perekonomian dunia melambat dan terancam resesi, IMF memperkirakan Indonesia masih bisa tumbuh pada kisaran lima persen pada 2023 atau sedikit menurun dari 5,3 persen pada 2022.

Terkait