JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa intervensi yang dilakukan Bank Indonesia (BI) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah harus diimbangi dengan kondisi politik yang stabil di dalam negeri.
"Kita memahami bahwa BI itu tidak punya cadangan yang besar untuk intervensi, sehingga yang perlu diperhatikan tentu kita harus melihat bagaimana nanti intervensi BI yang dilakukan itu harus diikuti dengan gejolak politik yang baik di dalam negeri," kata Abdul, dikutip dari Antara, Rabu 17 April.
Abdul pun mewanti-wanti, jangan sampai tren pelemahan nilai tukar rupiah saat ini diperparah dengan gejolak politik yang merugikan sehingga dapat menyebabkan rupiah berpotensi merosot ke level yang lebih rendah.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa pagi turun 240 poin atau 1,51 persen menjadi Rp16.088 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya pada 5 April 2024 sebesar Rp15.848 per dolar AS.
Kemudian pada Selasa sore, kurs rupiah ditutup merosot 328 poin atau 2,07 persen menjadi Rp16.176 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya pada 5 April 2024 sebesar Rp15.848 per dolar AS.
Pelemahan nilai tukar rupiah di hari kerja pertama pasca-liburan Lebaran ini terjadi seiring dengan konflik Iran dan Israel serta sentimen penundaan pemotongan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS).
Merespon kondisi tersebut, Abdul juga mengingatkan bahwa rupiah pada saat ini semakin menjauhi asumsi APBN. Dalam asumsi dasar ekonomi makro pada APBN 2024, pemerintah mematok nilai tukar rupiah sebesar Rp15.000 per dolar AS. Kondisi tersebut akan merugikan bisnis mengingat para pelaku ekonomi menjadikan asumsi APBN sebagai rujukan untuk merencanakan bisnisnya.
"Kalau itu semakin melemah, maka akan merugikan bisnis, khususnya bisnis yang terkait dengan lalu lintas negara, terutama impor bahan baku atau bahan modal yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat lewat peningkatan harga dalam negeri," kata Abdul.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, BI melakukan sejumlah langkah penting untuk menjaga kestabilan rupiah usai libur Lebaran dan di tengah memanasnya konflik di Timur Tengah dan dinamika perkembangan perekonomian AS.
Salah satu langkah yang dilakukan yaitu menjaga keseimbangan supply-demand valuta asing (valas) di pasar (market) melalui triple intervention khususnya di spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
BI juga meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong aliran modal masuk asing (capital inflow), seperti melalui daya tarik Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan hedging cost. Selain itu, BI akan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pemangku kepentingan terkait, seperti pemerintah, Pertamina, dan lainnya.