Bagikan:

JAKARTA - Ekonom Senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan menyebut adanya kemungkinan terjadi perubahan APBN 2025 di tengah jalan atau yang disebut sebagai APBN-P saat Pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang.

Perubahan tersebut menurutnya merupakan hal yang wajar terjadi, khususnya ketika transisi pemerintahan.

"Tapi apakah nanti akan ada APBN-P? Saya rasa kemungkinan besar akan terjadi, toh di zaman Jokowi juga seperti itu, apalagi sekarang. Jadi itu suatu yang wajar bahwa ada APBN-P," ujar Deni saat media briefing CSIS terkait RAPBN 2025 di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin 19 Agustus.

Deni mengatakan, terjadi atau tidaknya APBN-P 2025 tergantung dari faktor-faktor ekonomi makro pada 2025.

Selain perekonomian domestik, menurutnya faktor geopolitik juga memegang peran penting dalam memberikan pertimbangan akan adanya perubahan APBN 2025.

"Bisa saja terjadi tahu-tahu ada perang Iran sama Israel, Rusia juga, itu pasti harga minyak (melonjak). Kalau rupiah dan minyak berubah, semua asumsi makro berubah semuanya. Oleh karena itu geopolitik sangat berpengaruh," terangnya.

Selain itu, hal yang perlu diwaspadai di tahun 2025 yakni adanya pelebaran defisit.

Menurut Deni, terjadinya perubahan sasaran defisit di tengah jalan nantinya terlalu berisiko bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Senada, Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri juga menyampaikan hal yang sama, yakni adanya kemungkinan terjadi APBN-P.

Namun ia kembali memberikan catatan bahwa APBN-P perlu menimbang berbagai kondisi yang memerlukan adanya penyesuaian.

"Tergantung dengan kondisinya. Contoh di sini kan nilai tukar (rupiah) dipatok Rp16.100. Kalau nanti misalnya sudah mencapai 16.500 ya perlu diubah tentunya. Begitu juga harga minyak dunia ataupun juga pertumbuhan ekonomi itu semua bisa berubah dan perlu adanya penyesuaian," ucapnya.

Adapun dalam pidato Pengantar/Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025 beserta Nota Keuangan Jumat (19/8/2024), Presiden RI Joko Widodo menargetkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp16.100 per dolar AS.

Ia juga membidik pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen dengan defisit anggaran 2,53 persen.