28 Negara Minta Bantuan Pendanaan ke IMF, Mendag Zulhas: Krisis Kali Ini Lebih Parah dari 1998
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. (Foto: Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, dampak krisis kali ini bisa lebih parah dari krisis ekonomi tahun 1998.

Hal ini disampaikannya menaggapi pernyataan Presiden Joko Widodo soal 28 negara yang antre ke Dana Moneter Internasional (IMF).

Zulhas sapaan akrab Zulkifli Hasan juga mengulang kembali pernyataan Jokowi, bahwa ada 14 negara yang sudah masuk untuk mendapat pendanaan IMF. Sementara, 14 negara lainnya masih mengantre untuk hal yang sama.

Dia menekankan, bahwa dengan jumlah negara yang meminta bantuan pendanaan kepada IMF tersebut menandakan dunia sedang tidak baik-baik saja.

"Bapak Presiden selalu memberika arahan kepada kami, bahwa dunia ini enggak baik-baik saja, apa lagi sekarang, Bank Dunia, IMF mengoreksi pertumbuhan ekonomi, termasuk juga pasien IMF nambah sekarang, 14 yang sudah masuk, 14 antre, jadi 28," katanya dalam pembukaan Konferensi Pers Jakarta Muslim Fashion Week, di Kementerian Perdagangan, dikutip Kamis, 13 Oktober.

Ketua Umum Partai PAN ini menilai dengan jumlah sebanyak itu, dampak terhadap ekonomi akan lebih buruk daripada krisis 1998. Sebab, pada krisis 1998, hanya sekitar 5 negara yang meminta bantuan pendanaan ke IMF.

"(Tahun) 98 itu kalau enggak salah cuma 5-6 negara saja, dampaknya seperti itu, sekarang 28 negara, oleh karena itu memang tahun depan itu diperkirakan yang susah diprediksi apa yang akan terjadi ekonomi yang melambat, bahkan sudah beberpaa pengamat mengatakan akan resesi, dunia masuk di masa resesi," jelasnya.

Tak hanya itu, Zulhas juga menyinggung soal perang Rusia-Ukraina yang tak kujung mereda.

Menurut dia, dampaknya bisa lebih buruk ke depannya, apalagi dengan adanya keterlibatan negara barat.

"Juga peperangan Rusia dan Ukraina yang tak bisa diprediksi. Ini sudah, dua negara ini sudah melibatkan barat dan menyangkut harga diri. Dikhawatirkan, semua negara mengkhawatirkan, kalau tak bisa tahan diri, khawatir terjadi pertama terjadi setelah hiroshima, nuklir pakai, apa pun dipakai," katanya.

Zulhas mengatakan, dengan kondisi berbagai negara yang kesulitan, ditambah dengan imbas dari perang Rusia dan Ukraina, maka kondisi ke depan penuh ketidakpastian.

Lebih lanjut, Zulhas menilai, dampaknya akan terasa pada upaya pemerintah untuk menjaga harga bahan pokok di dalam negeri, utamanya bahan pangan.

"Memang kita menghadapi dunia yang penuh ketidakpastian. Dan ini mengakibatkan juga krisis energi dan krisis pangan, saya hari ini sudah 2-3 kali dapat telepon soal harga pangan. Jadi itulah kita, siang malam kita kerjakan, karena menyangkut hajat hidup orang banyak," tuturnya.

Meski begitu, Zulhas menekankan kondisi kinerja perdangan masih dalam posisi yang perlu disyukuri.

Dia mencontohkan adanya surplus neraca perdagangan di Agustus sebesar 34,95 miliar dolar AS. Ditambah dengan tren pertumbuhan ekonomi yang masih menunjukkan angka di atas 5 persen.

"Diprediksi juga tahun depan ekonomi kita tetap tumbuh rata-rata 5 persen, koreksi sedikit dari 5 koma sekian menjadi 5,2, kalau saya tidak salah. Jadi ditengah pandemi yang belum sepenuhnya pulih, dunia seperti itu, kita ekonomi tumbuh, perdagangannya surplus," ucapnya.