Utang Pemerintah Naik Rp73 Triliun dalam Sebulan, Per Agustus jadi Rp7.236 Triliun
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa sampai dengan akhir Agustus 2022, posisi utang pemerintah berada di angka Rp7.236,6 triliun atau setara dengan 38,2 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Jumlah ini lebih tinggi Rp73,4 triliun dari posisi Juli 2022 yang ketika itu tercatat sebesar Rp7.163,1 triliun atau 37,9 persen dari PDB.

Pemerintah mengklaim meskipun terdapat peningkatan nominal dan rasio, posisi utang masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal.

“Peningkatan tersebut terjadi terutama disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan belanja selama tiga tahun masa relaksasi akibat COVID-19. Namun demikian, disiplin fiskal tetap dijalankan dan komposisi utang tetap dijaga di bawah batas maksimal 60 persen terhadap PDB, dengan demikian keadaan akan terus membaik seiring perbaikan ekonomi Indonesia,” ungkap Kemenkeu dalam risalahnya dikutip Senin, 3 Oktober.

Secara terperinci, posisi utang pada bulan lalu didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,79 persen. Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (rupiah), yaitu 71,06 persen.

Saat ini kepemilikan SBN didominasi oleh perbankan dan diikuti Bank Indonesia (BI). Sementara kepemilikan investor asing terus menurun sejak 2019 yang mencapai 38,57 persen, hingga akhir 2021 tercatat 19,05 persen, dan per 22 September 2022 mencapai 14,70 persen.

“Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup. Meski demikian, dampak normalisasi kebijakan moneter terhadap pasar SBN tetap masih perlu diwaspadai,” kata Kemenkeu.

Dijelaskan bahwa pengelolaan utang yang prudent, didukung dengan peningkatan pendapatan negara yang signifikan dan kualitas belanja yang lebih baik adalah bentuk komitmen dan tanggung jawab pemerintah dalam menyehatkan APBN.

“Tantangan ke depan akan semakin berat karena krisis pangan dan energi menjadi batu sandungan lain yang perlu diwaspadai setelah pandemi berlalu sehingga disiplin fiskal terutama pengelolaan utang akan terus dijaga agar ekonomi terus berjalan,” tutup laporan tersebut.