Bagikan:

JAKARTA – Sejumlah bank sentral diketahui semakin agresif dalam menaikkan suku bunga demi mengendalikan inflasi domestik serta melindungi nilai tukar mata uang masing-masing.

Salah satu yang paling mengejutkan terjadi pada pekan lalu saat bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menaikan suku bunga sebesar 75 basis points (bps) untuk membendung inflasi yang telah mencapai 8,3 persen yoy di Agustus 2022.

Beberapa jam kemudian, hal tersebut direspon oleh Bank Indonesia (BI) dengan mengerek suku bunga acuan 50 bps menjadi 4,25 persen.

Kondisi ini ditanggapi oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sebagai salah satu langkah strategis dalam menjaga perekonomian tetap stabil.

“Tekanan inflasi global yang masih tinggi mendorong kenaikan suku bunga di banyak negara serta berpotensi meningkatkan cost of fund dan lebih ketatnya likuiditas,” ujarnya saat memberikan penjelasan kepada wartawan, dikutip Selasa, 27 September.

Menkeu mencontohkan, bank sentral Inggris tercatat sudah menaikan rate hingga 200 bps pada sepanjang tahun ini menjadi 2,25 persen.

Kemudian Brazil 450 bps menjadi 13,75 persen, India menaikan suku bunga 140 basis pbs menjadi 5,40 persen, dan negara-negara Eropa menaikan 125 bps menjadi 1,25 persen. Adapun, Indonesia melalui BI diketahui baru menaikan 75 bps sejak awal tahun menjadi 4,25 persen.

“Ini adalah tren yang pasti akan memberikan dampak pada kinerja pertumbuhan ekonomi. Bank Dunia beberapa waktu lalu sudah menyampaikan jika seluruh bank sentral melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersama-sama maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023,” tutur dia.

“Oleh karena itu pemerintah akan tetap melakukan langkah antisipasi atas kinerja ekonomi global yang akan melemah akibat inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga ini,” tegas Menkeu Sri Mulyani