APBN 2023 Makin Agresif, Pemerintah dan DPR Sepakat Pendapatan Negara Naik Rp19,4 Triliun
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati hari ini telah menyampaikan Postur Sementara Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2023 kepada Badan Anggaran DPR.

Dalam paparan tersebut, Menkeu mengatakan terdapat beberapa asumsi yang mengalami perubahan ataupun tetap sebagaimana yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo pada Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2022 lalu.

“Asumsi dasar ekonomi makro yang disampaikan oleh Presiden di dalam RAPBN 2023 dan beserta nota keuangannya telah sedikit mengalami pembaharuan. Saya menerima laporan dari pembahasan panja A ini dengan tentu saja catatan-catatan kehati-hatian yang perlu untuk kita sepakati bersama,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 14 September.

Menurut Menkeu, asumsi dasar ekonomi makro APBN 2023 berdasarkan kesepakatan panja A yaitu pertumbuhan ekonomi tetap 5,3 persen, inflasi berubah semula 3,3 persen menjadi 3,6 persen, nilai tukar dari Rp14.750 per dolar AS menjadi Rp14.800 per dolar AS.

Kemudian, suku bunga SUN 10 tahun tetap 7,9 persen, harga minyak mentah Indonesia tetap 90 dolar AS per barel, lifting minyak tetap 660 ribu barel per hari, dan lifting gas dari semula 1,05 juta menjadi 1,1 juta barel setara minyak per hari.

Sedangkan untuk berbagai target pembangunan, semuanya masih sama seperti yang disampaikan oleh Presiden dan disepakati oleh Banggar DPR. Adapun, rinciannya adalah tingkat kemiskinan 7,5-8,5 persen, tingkat pengangguran 5,3 persen hingga 6,0 persen, gini ratio 0,375 sampai 0,378, indeks pembangunan manusia 73,31 hingga 73,49, nilai tukar petani 105 sampai dengan 107, dan nilai tukar nelayan 107 sampai 108.

“Adanya sedikit perubahan yang ada dalam asumsi makro, maka dari sisi penerimaan panja A juga melihat bahwa terjadi potensi kenaikan penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP),” tutur dia

Salah satu yang menjadi perhatian Menkeu dan DPR adalah sektor pendapatan negara yang dipatok lebih agresif dengan peningkatan Rp19,4 triliun menjadi Rp2.463 triliun.

Dijelaskan bahwa angka itu terdiri dari penerimaan perpajakan (penerimaan pajak Rp1.718 triliun dan kepabeanan cukai Rp303,2 triliun) serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp441,4 triliun.

Kenaikan pendapatan negara sebesar Rp19,4 triliun dialokasikan untuk belanja negara menjadi Rp3.061,2 triliun dari RAPBN Rp3.041,7 triliun.

Belanja negara ini terdiri dari belanja pemerintah pusat (kementerian/lembaga) tetap di Rp993,2 triliun dan belanja non-K/L naik Rp16,4 triliun menjadi Rp1.253,3 triliun.

Kemudian, transfer ke daerah yang juga naik Rp3 triliun menjadi Rp814,7 triliun. Sebagai informasi, kenaikan belanja non-K/L diperuntukkan bagi subsidi energi yang naik Rp1,3 triliun menjadi Rp212 triliun, cadangan anggaran pendidikan naik Rp3,8 triliun menjadi Rp63,5 triliun, dan tambahan belanja nonpendidikan menjadi Rp11,2 triliun yang akan dibahas pada panja belanja.

Melaui pemanfaatan tambahan belanja tersebut, defisit APBN 2023 tetap dijaga pada Rp598,2 triliun. Namun Menkeu mengatakan, persentase defisit terhadap PDB berubah karena nilai estimasi volume ekonomi Indonesia tahun depan mencapai Rp21.037,9 triliun. Selain itu, keseimbangan primer tetap sama Rp156,8 triliun dan pembiayaan anggaran pun sama di Rp598,2 triliun.

“Dengan demikian, persentase dari defisit APBN 2023, meskipun nominalnya sama yaitu Rp598,2 triliun, namun dalam persentase terhadap PDB menurun menjadi 2,84 persen dari yang tadinya kita usulkan 2,85 persen dari PDB. Jadi kenaikan belanja dengan perubahan PDB tetap dari sisi persentase tetap mengalami penurunan,” tutup Menkeu Sri Mulyani.