Bagikan:

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sekitar 30 persen diyakini bakal memberikan dampak tersendiri bagi industri pembiayaan dalam negeri.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Nonbank (IKNB) OJK Bambang W. Budiawan menilai imbas yang paling awal bakal dirasakan oleh masyarakat selaku nasabah di sektor jasa keuangan.

“Tentu saja akan berdampak (kenaikan harga BBM). Ini akan berpengaruh terhadap kemampuan membayar (cicilan) dari konsumen,” ujarnya ketika menggelar konferensi pers, Selasa, 13 September.

Menurut Bambang, situasi ini menambah deretan tantangan yang sudah hadir sebelumnya, terutama untuk segmen pembiayaan kendaraan bermotor.

Terlebih, sambung dia, para perusahaan pembiayaan ditengari masih dalam proses pemulihan setelah tertekan cukup hebat di awal pandemi.

"Perusahaan pembiayaan juga belum pulih-pilih benar. Kita lihat kemarin sempat ada gangguan dalam suplai kendaraan bermotor akibat produksi microchip yang terhambat di China sepanjang 2020. Sehingga, untuk bisa pulih harus dipaham ceritanya cukup panjang,” tutur dia.

Oleh karena itu, Bambang menganggap jika industri pembiayaan tengah menghadapi dinamika yang cukup komprehensif akibat beberapa faktor berbeda.

"Jadi saya pikir dengan dampak kenaikan BBM, harga kendaraan yang naik dan ada kecenderungan inflasi maka bisa menimbulkan double hit (pukulan ganda) di perusahaan pembiayaan,” tegas dia.

Walaupun begitu, Bambang tetap optimistis sektor IKNB tetap bisa menunjukan ketahanan yang kuat mengingat pressure terberat telah dilalui pada awal pandemi lalu.

“Saya yakin mereka sudah punya cara untuk mengatasi tantangan, apalagi telah melewati pandemi kemarin,” katanya.

Mengutip data yang dilansir OJK, diketahui bahwa hingga Juli 2022 piutang pembiayaan sebelum dikurangi pencadangan meningkat sebesar Rp23,99 triliun atau setara 6,24 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Kemudian, piutang pembiayaan neto juga mengalami peningkatan sebesar Rp25,58 triliun atau 7,12 persen yoy.

Sementara piutang pembiayaan neto konvensional per Juli 2022 sebesar Rp367,67 triliun.

Adapun, rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) secara gross per Juli 2022 turun menjadi 2,72 persen dari 3,95 persen pada Juli 2021.

NPF nett perusahaan pembiayaan juga mengalami penurunan menjadi 0,75 persen pada Juli 2022 dari 1,23 persen pada Juli 2021.

Begitu pula pada gearing ratio perusahaan pembiayaan per Juli 2022 tercatat sebesar 1,98 kali atau jauh di bawah batas maksimum 10 kali.