JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani hari ini menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi APBN 2021 dalam Rapat Paripurna DPR saat Kepala Negara/Presiden Joko Widodo melakukan ke Ukraina.
Dalam keterangannya, Menkeu mengungkapkan bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebutkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021 mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Ini menunjukan bahwa sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Juni.
Menurut Menkeu, penyusunan APBN 2021 sebenarnya ditargetkan pemulihan ekonomi yang lebih agresif. Akan tetapi, tekanan cukup besar terjadi di pertengahan tahun akibat merebaknya varian delta COVID-19.
“Meski demikian, Indonesia sudah bisa mencapai prepandemi level dalam waktu yang singkat dan ini karena APBN 2021,” tuturnya.
Sebagai informasi, penyampaian laporan oleh Menkeu tersebut menjadi dasar pemerintah untuk mengajukan RUU Tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2021 kepada DPR untuk kemudian disahkan menjadi undang-undang.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, bendahara negara merinci APBN 2021 berhasil membukukan pendapatan Rp2.011,3 triliun. Angka ini terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.547,8 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp458,5 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp5 triliun.
“Realisasi pendapatan negara ini melampaui target yang ditetapkan dalam APBN 2021, yaitu 115,35 persen atau mengalami pertumbuhan 22,6 persen dibandingkan realisasi 2020. Ini adalah capaian di atas 100 persen sejak 12 tahun terakhir,” katanya.
Sementara untuk belanja negara tahun lalu disebutkan mencapai Rp2.786,4 triliun atau 101,32 persen dari APBN 2021.
“Realisasi belanja itu terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.000,7 triliun, dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp785,7 triliun. Berdasarkan realisasi pendapatan negara dan realisasi belanja negara tersebut, defisit anggaran tahun 2021 adalah sebesar Rp775,06 triliun,” ucap dia.
“Realisasi defisit ini jauh lebih kecil, yaitu sebesar 4,57 persen dari DBP (produk domestik bruto) dibanding target sebelumnya sebesar 5,7 persen dari PDB,” tegas Menkeu Sri Mulyani.