JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Adian Napitupulu menyebut kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga BBM di era Presiden Joko Widodo.
Ia merinci, total kenaikan harga BBM jenis Premium di era SBY adalah sebesar Rp4.690 sementara di era Jokowi total kenaikan BBM jenis Premium/Pertalite Rp3.500.
"Jadi SBY menaikan BBM lebih mahal Rp1.190 dari Jokowi," ujar Adian dalam keterangan resminya, Kamis 8 September.
Adian melanjutkan, di era SBY, upah minimum di DKI Jakarta sebesar Rp2.2 juta pada tahun 2013. Dengan BBM harga Rp6.500 per liter maka upah satu bulan hanya dapat 338 liter perbulan. Sementra itu di era Jokowi hari ini BBM Pertalite dibanderol Rp10.000 namun upah minimum telah mencapai Rp4.6 juta per bulan.
"Dengan demikian maka di era Jokowi setiap bulan upah pekerja senilai dengan 464 liter BBM. Jadi ada selisih kemampuan upah membeli BBM antara SBY dan Jokowi sebesar 126 liter," lanjutnya.
Adian juga menyinggung terkait 'mafia' yang terorganisir dan masif masih ada di era SBY, yakni Petral yang embrionya sudah ada sejak awal Orde Baru tepatnya 1969 dan beroperasi mulai 1971.
"Di era Jokowi Petral di bubarkan tahun 2015 hanya 6 bulan setelah Jokowi dilantik," imbuh Adian.
Sementra itu pembangunan jalan tol sebagai salah satu infrastruktur penting dalam aktivitas ekonomi di era SBY hanya mampu membangun 193 km jalan tol sedangkan di era Jokowi jalan tol yang di bangun hampir 10 kali lipat dari zaman SBY yaitu sepanjang 1.900 km.
BACA JUGA:
"Kalau mau dihitung lebih detail lagi dari jalan tol, jalan nasional non tol, jalan provinsi, jalan kabupaten hingga jalan desa sepanjang 304.490 KM maka setiap detik Jokowi membangun tidak kurang dari 1,5 meter jalan kali lebar yang berbeda-beda," tegasnya.
Dari perbandingan perbandingan angka angka tersebut di atas, lanjutnya, maka era SBY merupakan era kesedihan bagi semua orang kecuali mereka yang berkuasa saat itu
"Saya menyarankan agar kader Demokrat untuk bisa belajar matematika dan belajar sejarah sehingga jika membandingkan maka perbandingan itu logis tidak anti logika dan historis," pungkas Adian.