JAKARTA - Telur ayam ras menjadi komoditas yang mengalami kenaikan harga dalam beberapa waktu terakhir.
Terkait hal ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengakui harga telur meningkat. Bahkan, pernah menyentuh Rp33.000 per kg.
Hal ini disampaikan Zulhas sapaan akrab Zulkifli Hasan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 30 Agustus.
"Kami laporkan bahwa sebagian besar barang kebutuhan pokok per 26 agustus 2022 telah mengalami tren penurunan yang signifikan jika dibandingkan bulan lalu atau Minggu lalu. Kecuali telur ayam dan tepung terigu sedikit naik," kata Zulhas.
Zulhas mengatakan, harga telur ayam ras mengalami kenaikan yang signifikan.
Kata dia, per 26 Agustus harga telur ayam ras naik mencapai 6 persen.
"Waktu saya dilantik jadi menteri harga telur ayam Rp32.000 tapi berangsur turun sampai Rp26.000. Kemarin merangkak lagi sampai ke Rp32.000 sampai Rp33.000 dan sekarang kita sudah cek Jawa itu Jawa Timur itu antara Rp28.000, Rp29.000, Rp30.000 sama Jawa Tengah. DKI masih Rp30.500 per kg. Sumatera sampai Lampung rata-rata di bawah Rp30.000," katanya.
Sedangkan di Kalimantan harga telur ayam ras dibanderol Rp30.000 per kg. Zulhas mengaku harga telur ayam ras di beberapa wilayah di Indonesia masih sangat tinggi. Tetapi, Zulhas mengklaim sudah ada tren penurunan harga.
"Memang yang masih tinggi Papua dan Maluku, tetapi trennya sudah turun," katanya.
Penyebab Harga Telur Ayam Ras Naik
Di hadapan Komisi VI DPR, Zulhas mengungkap ada tiga faktor penyebab yang membuat harga telur ayam ras mengalami kenaikan.
Pertama, dampak dari afkir dini yang dilakukan pada 2021 lalu.
Sekadar informasi, afkir dini merupakan upaya mengulangi produksi indukan agar tidak bertelur dan menjadi bibit ayam atau DOC.
"Memang kenaikan itu satu dampak dari pada tahun 2021 telur itu waktu itu harganya Rp14.000, kita masih pandemi, Rp14.000 itu rugi Pak. Karena ongkosnya telur itu kira-kira Rp24.000, karena itu pada waktu itu terjadi yang kita sebut afkir dini, induknya dia potong dijadikan ayam potong. Dampaknya tentu sekarang," jelasnya.
Kedua, efek dari bantuan sosial yang diberikan Kementerian Sosial kepada daerah.
Zulhas menjelaskan, Menteri Sosial Tri Rismaharini memang tidak memberikan bantuan sosial dalam bentuk pangan.
Namun, uang yang diberikan kepada daerah untuk bantuan sosial dibelanjakan barang-barang kebutuhan pokok. Salah satunya adalah telur.
"Yang kedua kenaikan itu, memang Mensos tidak memberi telur, tetapi memberi bantuan kepada daerah dan daerah dijadikan itu bantuan dalam bentuk pangan dan itu rupanya kesepakatan antara Kementerian Perdagangan dan Kemensos dulu, karena dulu telur itu tidak laku nah kebijakannya diteruskan walaupun zaman sudah berbeda," jelasnya.
"Di daerah jadi PKH itu bantuannya diberikan pangan antara lain telur dan ini dirapel 3 bulan, rapel 3 bulan itu dalam waktu 5 hari. Jadi banyak kesedot ke situ. Akhirnya pasokan pasar kurang sedikit maka harga menjadi naik," sambungnya.
Terakhir, permintaan yang meningkat dari industri makanan. Kata Zulhas, pelonggaran yang diberikan pemerintah membuat restoran mulai ramai pengunjung.
Hal ini ikut mendorong peningkatan terhadap komoditas telur ayam ras.
"Kemudian yang ketiga sekarang ini kita walaupun harus pakai masker, tetapi kegiatan sudah hampir pulih. Restoran penuh, yang makan sudah hampir pulih. Itu juga mengakibatkan permintaan naik," katanya.
BACA JUGA:
Meski begitu, Zulhas mengaku sudah bertemu dengan para pelaku usaha yang bergerak di sektor telur ayam ras untuk mengetahui penyebab melonjaknya harga telur.
Menurut pengakuan para pengusaha, kata Zulhas, harga telur akan segera turun salam kurun waktu dua pekan.
"Tapi kita sudah undang para pelaku di sektor ini, mereka bukan kata saya, yang meyakinkan sekali kepada kami ini temporer Pak. Tidak sampai 2 minggu sudah (turun). Memang sekarang harga normalnya itu Rp27.000-Rp29.000. Jadi (harga) akan berkisar Rp27.000- Rp29.000 karena modalnya itu Rp24.000," jelasnya.