JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani secara tegas menyatakan bahwa realisasi APBN hingga penutupan semester I 2022 mencatatkan surplus sebesar Rp73,6 triliun.
Menurut Menkeu, bukuan itu diperoleh dari pendapatan negara yang lebih besar dengan capaian Rp1.317,2 triliun dibandingkan belanja Rp1.243,6 triliun.
“Kinerja yang sangat positif ini ada pengaruh windfall dari revenue komoditas dan ditopang oleh pemulihan ekonomi,” ujarnya melalui saluran virtual ketika memberikan pemaparan kepada awak media pada Rabu, 27 Juli.
Menkeu menjelaskan, torehan moncer di paruh pertama tidak lepas dari sektor penerimaan yang naik signifikan. Sebagai contoh penerimaan pajak tumbuh 55,7 persen year on year (yoy) menjadi Rp868,3 triliun dari sebelumnya Rp680 triliun di semester I 2021.
Kemudian, untuk kepabeanan dan cukai naik 37,2 persen yoy menjadi Rp167,6 triliun triliun dari Rp122,2 triliun. Lalu penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terkerek 35,8 persen yoy dari sebelumnya Rp207 triliun menjadi 281 triliun.
“Pendapatan negara tumbuh signifikan didukung meningkatnya aktivitas ekonomi, dampak implementasi Undang-Undang HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), dan naiknya harga komoditas,” tutur dia.
BACA JUGA:
Adapun untuk sektor belanja negara, disebutkan belanja pemerintah pusat telah menyentuh Rp876,5 triliun atau tumbuh 10 persen yoy dari periode lalu sebesar Rp796,3 triliun.
Selanjutnya transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) terealisasi Rp367,1 triliun atau mengalami pertumbuhan negatif 1,8 persen dari semester pertama 2021 yang sebesar Rp373,9 triliun.
“Kita perlu juga meningkatkan kehati-hatian terhadap keberlanjutan kenaikan harga komoditas ke depannya,” sambung Menkeu.
Atas capaian ini, bendahara negara mengungkapkan bahwa pembiayaan anggaran baru terlaksana Rp153,5 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dari perkiraan untuk sepanjang tahun ini yang sebesar Rp868 triliun.
“Kita juga masih punya Silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran) Rp227,1 triliun. Dengan ini semua maka target defisit anggaran diharapkan bisa lebih rendah dari rencana awal 4,5 persen dari PDB (produk domestik bruto),” tutup Menkeu Sri Mulyani.