Warga Terdampak Kebocoran Gas PT SMGP Belum Terima Kompensasi
Petugas keamanan mengevakuasi puluhan warga yang menjadi korban kebocoran sumur gas milik PT SMGP. (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi VII DPR RI hari ini melakukan Rapat Degar Pendapat (RDP) dengan jajaran Direksi PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) terkait insiden insiden kebocoran gas Hidrogen Sulfida (H2S), Minggu 24 April.

Dalam RDP tersebut, Direksi SMGP mengaku belum memberikan ganti rugi atau kompensasi kepada korban terdampak langsung.

Berdasarkan pengakuan SMGP, saat ini pihaknya telah melakukan kerja sama dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk melakukan investigas dan pembayaran kompensasi.

Menanggapi laporan tersebut, anggota Komisi VII Adian Napitupulu mempertanyakan keterlibatan Forkompimda dalam pemberian kompensasi.

Menurut Adian, peristiwa yang sudah berulang 4 kali ini seharusnya dibicarakan langsung dengan korban tanpa harus melibatkan unsur Forkompimda yang juga terdiri dari aparat hukum.

"Apa hubungannya dengan Forkopimda? Nanti ada polisi dan tentara, lalu kesekian kalinya korban dihadapkan dengan aparat berseragam. Jangan aparatur dijadikan tameng untuk bernegosiasi. Sebut saja mau ganti rugi berapa, pertanggung jawaban penting untuk kita dengar," kata Adian dalam RDP, Senin 23 Mei.

Senada dengan Adian, Wakil Ketua Komisi VII, Maman Abdurahman mengaku, keterlibatan aparat dalam penyelesaian kompensasi ini tidak diperlukan.

Menurut dia, hal itu hanya akan membenturkan masyarakat dengan aparat penegak hukum.

"Jangan sampai kejadian ini terulang seperti di Sulawesi yang gunakan aparatur untuk benturkan aparat dengan masyarakat. Bisa-bisa ramai-ramai Anda (SMGP) yang kita bakar, ujar Maman.

Ia meminta SMGP untuk memanfaatkan government relations yang dimiliki perusahaan untuk membahas ganti rugi secara langsung dengan masyarakat tanpa adanya keterlibatan pihak ketiga.

"Yang disampaikan SMGP dengan yang dipresentasikan tidak matching. Kompensasi dalam benak kita seakan-akan sudah beres ternyata baru selesai dibahas dengan Forkopimda. Bisa disebut penipuan publik ini," kata Maman.