Ekspor CPO Dilarang, Bagaimana Proyeksi Penerimaan Negara dari Pungutan Perpajakan?
Ilustrasi (Foto: Dok. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia)

Bagikan:

JAKARTA – Keputusan pemerintah yang melarang perdagangan minyak sawit (crude palm oil/CPO) ke luar negeri dinilai akan memberikan pengaruh terhadap penerimaan negara dari pungutan perpajakan.

Pengamat ekonomi dari lembaga kajian Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan selama ini negara menikmati keuntungan tersendiri dari pengenaan tarif atas ekspor CPO. Terlebih volume dan nilai komoditas tersebut sempat mengalami kenaikan yang signifikan seiring dengan intensitas geopolitik belakangan ini.

“Ini memang memiliki dampak ke APBN karena pelarangan ekspor CPO pasti membuat pungutan perpajakan, khususnya pada bea keluar, akan tertekan,” ujarnya kepada VOI dikutip Rabu, 27 April.

Meski demikian, Rendy menilai menganggap kebijakan menyetop perdagangan minyak sawit ke mancanegara tidak akan terlalu berpengaruh terhadap struktur penerimaan negara secara makro. Pasalnya, sejumlah komoditas lain yang juga menjadi andalan ekspor RI dipercaya masih bisa menutup gap setoran perpajakan.

“Namun kondisi yang terjadi sekarang dengan pelarangan ekspor CPO tidak serta merta kemudian akan menurunkan penerimaan negara karena hal ini masih bisa dikompensasi dengan penerimaan dari komoditas yang lain seperti batubara, nikel, dan juga minyak mentah,” tuturnya.

Dalam catatan redaksi, hingga Maret 2022 pertumbuhan penerimaan negara secara signifikan ditopang oleh harga komoditas yang meningkat dan kuatnya perdagangan internasional.

Dalam tiga bulan pertama tahun ini kinerja pertambangan tumbuh 154 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sementara sektor perdagangan naik 58 persen yoy, dan industri pengolahan meningkat 44 persen yoy.

Secara terperinci, penerimaan perpajakan tumbuh 38,4 persen yoy pada Maret 2022 menjadi Rp401,8 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp290,4 triliun.

Penerimaan perpajakan ini sendiri terdiri dari penerimaan pajak yang melesat 41,4 persen yoy menjadi Rp322,5 triliun serta kepabeanan dan cukai yang naik 27,3 persen yoy menjadi Rp79,3 triliun.

Sementara untuk sektor lain, yaitu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tercatat membukukan Rp99,1 triliun atau lebih tinggi 11,8 persen dari Maret 2021 yang sebesar Rp88,6 triliun.