JAKARTA - Mahalnya harga minyak goreng menjadi masalah yang belum terselesaikan sejak akhir 2021. Berbagai upaya pemerintah mulai dari kebijakan satu harga, penetapan harga eceran tertinggi (HET) hingga DMO DPO, belum mampu menyelesaikan permasalahan minyak goreng. Pemerintah pun akhirnya mencabut kebijakan tersebut dan melepas harga minyak goreng kemasan mengikuti mekanisme pasar.
Lalu, apakah pemerintah mampu menstabilkan harga minyak goreng?
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengaku tak yakin pemerintah mampu menstabilkan harga minyak goreng di pasaran yang harganya sudah melambung tinggi. Alasannya, karena alur distribusi hingga tingkat konsumen dikuasai oleh swasta.
Hal tersebut disampaikan Herman dihadapan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam Rapat Kerja di Komisi VI, DPR, Kamis, 17 Maret.
"Saya menyoroti persoalan ketersediaan. Mana mungkin negara ini mampu menstabilkan harga kalau seluruh komoditas ini dikuasai swasta, yang kemudian mereka menerapkan pasar persaingan sempurna," tuturnya.
Menurut Herman, jika pasokan minyak goreng banyak barang akan menjadi murah. Namun, berbeda jika pasokan sedikit barang akan langka dan sangat mahal.
BACA JUGA:
"Kalau barangnya sedikit pasti akan menjadi sangat mahal. Mereka akan berhimpun menjadi kartel," ucapnya.
Karena itu, kata Herman, negara harus mempunyai kemampuan untuk menyetok pasokan komoditas pangan strategis yang terintegrasi dengan harga internasional. Tujuannya, agar jika terjadi gejolak di pasar internasional, pemerintah bisa menjamin stabilitas harga di dalam negeri.
"Minyak goreng kita hanya menguasai 5 persen. Yang begini-begini negara harus menyiapkan stok. Sehingga dalam durasi tertentu ini akan menjamin ketentraman harga di pasar," ucapnya.