Bagikan:

JAKARTA - Peneliti senior dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Didin S. Damanhuri mencoba menyoroti salah satu kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bisa melakukan penarikan iuran terhadap pelaku usaha industri finansial.

Menurut dia, hal tersebut dinilai memberikan dampak tersendiri bagi kinerja otoritas dalam menjalankan fungsinya dalam mengawasi dan melindungi sektor keuangan.

“OJK yang melakukan pungutan ini terhadap pengusaha menimbulkan hal bias dalam menjalankan tugasnya,” ujar dia dalam diskusi virtual bertajuk Mencari Kandidat Terbaik Dewan Komisioner OJK 2022-2027 yang diselenggarakan Hipmi pada Selasa, 15 Maret.

Didin menambahkan, untuk tetap menjunjung profesionalitas kerja otoritas, maka dirinya mendorong terjadinya pembaharuan regulasi yang intinya adalah penarikan iuran oleh OJK ditiadakan atau dialihkan kepada lembaga lain. Katanya, strategi ini bermanfaat untuk menghindari konflik kepentingan yang rawan muncul dalam merawat sektor industri finansial.

“Sebaiknya memang OJK tidak lagi ada dukungan finansial dari para pelaku usaha,” tegas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR RI Fatan Subchi mengungkapkan bahwa OJK merupakan mitra kerja komisinya dalam merawat sektor industri keuangan. Dirinya bersama kolega di parlemen mengaku menaruh perhatian tersendiri terhadap kinerja kepengurusan otoritas kali ini.

“Memang dalam masa pengabdian OJK yang terakhir ini kita banyak memberikan catatan, ada juga evaluasi-evaluasi menyeluruh terhadap kepengurusannya,” tutur dia.

Fatan lantas memberikan contoh beberapa kasus yang muncul ke permukaan seperti Jiwasraya, AJB Bumiputera, Asabri, dan beberapa investasi-investasi lain.

“Meski demikian kami sudah melihat itikad baik atas cara penyelesaian kasus-kasus ini,” katanya.

Hal lain yang disoroti oleh Fatan adalah mengenai sikap otoritas dalam menentukan keputusan, utamanya yang diambil oleh Ketua Dewan Komisioner selaku pimpinan tertinggi OJK.

“Beberapa kunci dari evaluasi itu adalah leadership yang harus ditingkatkan, kekompakan, karena kami melihat bahwa OJK belum bisa menjadi regulator yang tunggal, selalu melemparkan (jika ada masalah) pada regulator-regulator yang lain. Jadi kedapan untuk OJK 2022-2027 kita harus punya ketua yang memiliki kemampuan strong leadership agar industri juga yakin peta jalan sektor jasa keuangan sudah pada jalannya yang benar,” jelas dia.

Dari informasi yang dihimpun redaksi, pungutan OJK terhadap industri keuangan pada 2019 adalah sebesar Rp5,99 triliun. Angka ini didominasi oleh perbankan Rp4,02 triliun.

Diikuti kemudian pasar modal Rp894,38 miliar, industri keuangan nonbank atau IKNB sebesar Rp775,46 miliar, serta manajemen strategis Rp299,55 miliar. Adapun, pada 2020 nilai iuran yang ditarik dari pelaku usaha adalah sebesar Rp6,2 triliun.