Indef Duga Ada Intrik Politik dalam Penundaan Pelantikan DK OJK yang Dipercepat
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai rencana pelantikan Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022-2027 yang ditunda, setelah sebelumnya dipercepat, memiliki muatan politik tersendiri.

Peneliti Indef Nailul Huda mengatakan bahwa OJK sejatinya merupakan lembaga independen yang memiliki tugas sangat penting dalam menjaga, mengawasi, serta melindungi sektor industri keuangan. Namun, independensi tersebut sulit dicapai karena pemilihan para pimpinan lembaga ini ditentukan melalui sebuah proses yang bersifat politik.

“Penetapan akhir DK OJK ada di DPR setelah diajukan pemerintah. Oleh karenanya penundaan ini menimbulkan pertanyaan dan menjadi bola panas tentang apa yang sebenarnya terjadi,” ujar dia dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni UI (Iluni UI) awal pekan ini.

Lebih lanjut, Huda sempat memaparkan guncangan hebat dalam industri asuransi beberapa tahun lalu yang dipicu oleh kejadian gagal bayar terhadap para pemegang polis.

“Kalau kita lihat beberapa tahun yang lalu dengan situasi yang ada, pertimbangan untuk (mempertahankan kepengurusan) OJK memang ada,” tuturnya.

“Bisa dilihat juga dari potensi uang yang dikelola oleh OJK yang sangat besar dari (iuran) perbankan, pasar saham, IKNB (industri keuangan nonbank), dan sebagainya,” sambung dia.

Seperti yang diberitakan redaksi sebelumnya, kabar mengenai pelantikan DK OJK jilid III yang dipercepat berhembus pada akhir Mei 2022 yang lalu.

Kala itu, Mahkamah Agung (MA) sedianya akan melantik Mahendra Siregar Cs untuk menukangi OJK 2022-2027 pada 24 Mei. Jadwal itu sendiri maju dari ketetapan sebelumnya, yaitu pada 20 Juli mendatang.

VOI mencatat, pungutan iuran OJK terhadap industri keuangan pada 2019 adalah sebesar Rp5,99 triliun. Angka ini didominasi oleh perbankan senilai Rp4,02 triliun.

Diikuti kemudian pasar modal Rp894,38 miliar, industri keuangan nonbank atau IKNB sebesar Rp775,46 miliar, serta manajemen strategis Rp299,55 miliar. Kemudian, pada 2020 nilai iuran yang ditarik dari pelaku usaha tercatat berjumlah Rp6,2 triliun.