Bagikan:

WASHINGTON - Serangkaian sanksi ekonomi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya diyakini membuat Rusia kini dalam ancaman gagal bayar (default) besar-besaran. Kekhawatiran bahwa Rusia tidak akan mampu membayar obligasi eksternal senilai 400 miliar dolar AS, nilai terbesar pertama sejak pasca terjadinya revolusi Bolshevik pada tahun 1917 silam, kini semakin merebak di kalangan pelaku pasar global.

"Rusia bersama dengan Belarusia berada dalam wilayah default. memang belum ada penilaian dari agensi (lembaga pemeringkat) sebagai default selektif, namun (kami meyakini bahwa Rusia) sangat dekat (dengan kondisi default)," ujar Kepala Ekonom Bank Dunia, Carmen Reinhart, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis, 10 Maret.

Dua hari sebelumnya, yaitu Selasa, 8 Maret, Fitch telah menurunkan peringkat utang Rusia dengan enam tingkat lebih jauh ke wilayah sampah, dari semula "B" menjadi "C". menjadi "C" dari "B," Dalam rilisnya, Fitch menyebut bahwa kondisi default bakal segera terjadi pada Rusia, mengingat dampak dari sanksi dan pembatasan perdagangan oleh AS tidak terelakkan lagi, dan dipastikan bakal merusak daya bayar Negara Beruang merah.

Menurut Reinhart, dampak sektor keuangan sejauh ini terbatas, namun risiko dapat muncul jika lembaga-lembaga keuangan Eropa lebih terekspos pada utang Rusia dibanding perkiraan sebelumnya.

Sekitar setengah dari obligasi mata uang keras Rusia dipegang oleh investor asing dan Moskow harus membayar 107 juta dolar AS dalam pembayaran kupon untuk dua obligasi pada Rabu, 16 Maret. Sedangkan perusahaan-perusahaan Rusia diyakini hanya memiliki kurang dari 100 miliar dolar AS obligasi internasional yang beredar.

Bank of International Settlements mencatat bahwa bank-bank asing memiliki eksposur lebih dari 121 miliar dolar AS ke Rusia dengan sebagian besar terkonsentrasi di pemberi pinjaman Eropa. "Saya khawatir tentang apa yang tidak saya lihat," tutur Reinhart.

Bila menilik kondisi lembaga-lembaga keuangan di Rusia, menurut Reinhart, memang posisi kapitalisasi yang tersedia terlihat baik. Namun demikian, secara neraca keuangan masih mengkhawatirkan, terutama di sektor swasta Rusia.

Sementara pada saat yang sama, Ukraina diperkirakan juga tengah membutuhkan kebijakan keringanan utang, seiring pengeluaran besar-besaran terkait perang dan beban utang yang berat sebesar 94,7 miliar dolar AS pada akhir 2021.

Meski Pemerintah Ukraina telah berjanji untuk melunasi seluruh utangnya dengan tepat waktu dan penuh, Reihart menilai bahwa negara yang tengah dibombardir oleh Rusia dari segala penjuru itu pantas mendapatkan keringanan utang.

"Masuk akal untuk mengharapkan Ukraina mencari bantuan arus kas, dan menyatakan keyakinannya bahwa kreditur akan menerima, mengingat situasi saat ini. Ukraina juga bisa melewatkan pembayaran kupon yang akan datang, setidaknya selama masa tenggang, tanpa peringkat kreditnya menderita," tegas Reinhart.