MK Tolak 'Presidential Threshold' Dinilai untuk Amankan Desain Pemilu 2024
Foto: Dok. Antara

Bagikan:

JAKARTA - Ilmuwan dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang, mengatakan, penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen dapat mengamankan desain Pemilu 2024.

"Dengan ditolaknya gugatan terkait ambang batas atau presidential threshold oleh MK dapat mengamankan atau tidak mengganggu desain pemilu 2024," katanya, dikutip dari Antara, Sabtu 1 Oktober.

Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan keputusan MK menolak gugatan pengujian UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera.

Ia mengatakan keputusan MK tersebut dapat mengamankan desain Pemilu 2024 dengan ambang batas pencalonan presiden 20 persen. Jika gugatan PKS dikabulkan MK, kata dia, maka dipastikan setiap partai politik dapat mengajukan pasangan calon presiden apabila memenuhi syarat tujuh hingga sembilan persen.

"Andaikan hal itu yang terjadi maka bisa dibayangkan berapa banyak pasangan calon presiden dan ruang koalisi menjadi sempit dan egoisme partai menjadi sangat terbuka, apalagi akan terjadi dikotomi partai kecil dan partai besar di parlemen," katanya.

Ia mengatakan jika dilihat dari alasan MK yang menolak gugatan dari PKS, karena UU itu merupakan produk politik DPR termasuk penetapan besaran presidential threshold  20 persen, maka harus melalui jalur politik jika ada keinginan untuk menurunkan besaran ambang batas.

Pada titik ini, menurut dia MK sepertinya melempar tanggung jawab dan terkesan cuci tangan terhadap polemik presidential threshold dimaksud.

Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengadili polemik hukum, kata dia maka posisi MK mestinya memberikan fatwa hukum atas sebuah produk hukum yang dipertentangkan bukan argumentasi prosedural. "Jika demikian halnya, maka MK tidak dalam posisi melerai kebuntuan produk hukum yang sedang menjadi pertentangan publik," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan PKS sebagai partai politik mestinya memperjuangkan presidential threshold melalui jalur politik di DPR karena di dalam lembaga tersebut ada hak PKS. "Jika keputusan presidential threshold 20 persen lolos dan telah ditetapkan menjadi Undang-Undang maka PKS telah gagal memperjuangkannya," katanya.

Ia menilai gugatan PKS tersebut lebih pada usaha untuk menyenangkan konstituen semata-mata, karena sejatinya PKS ingin menutupi kegagalannya dalam proses politik di DPR.